TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman Amzulian Rifai menyampaikan dukungannya kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai rencana pengumuman Badan Pusat Statistis (BPS) tentang stok beras.
Baca juga: Ogah Bicara Banyak, Kwik Kian Gie: Kontroversi Impor Beras, Keras
"Ini yang ditunggu-tunggu. Kita sampaikan kepada Bapak Wapres supaya ada data yang baku yang dapat jadi acuan oleh masyarakat luas," kata Amzulian usai menemui JK di kantor wakil presiden, Jakarta, Rabu, 17 Oktober 2018.
Amzulian mengatakan, selama ini masyarakat kebingungan karena data stok beras kerap berbeda-beda di beberapa instansi. Komisioner Ombudsman, Alamsyah Siregar, berharap kontroversi data pangan bisa segera selesai.
"Karena BPS akan mengumumkan, kata wapres, kira-kira mungkin minggu depan dan data akan terkoreksi. Sehingga akan terlihat sebetulnya memang neraca beras kita tidak surpus berlebihan," ujarnya.
Menurut Alamsyah, kontroversi soal data pangan bukan salah Presiden Joko Widodo. Tetapi, persoalan tersebut sudah terjadi sejak lama. Persoalan yang kerap terjadi, kata dia, banyak kepala dinas di daerah-daerah yang melebihkan jumlah stok beras di wilayah mereka. Sehingga, data stok beras selama ini selalu menggelembung.
"Orang cenderung ingin menaikkan. Saya juga sebagai kepala dinas inginnya produksi saya sukses, naik lagi ke provinsi juga sama. Jadi besar. Artinya bukan niat mereka korupsi,tapi ingin performa mereka bagus gitu," ujarnya.
BPS akan merilis data statistik pertanian yang terbaru. Data tersebut diklaim lebih akurat daripada survei pertanian, khususnya soal beras, yang dijalankan bersama Kementerian Pertanian sejak 1970-an.
Sejak 2015, BPS tidak merilis angka ramalan produksi padi. Publikasi data terhenti setelah hasil survei BPS yang menyebutkan surplus beras 10 juta ton bertolak belakang dengan kenyataan bahwa pasokan beras berkurang dan harga saat itu meroket.
Kali ini, BPS akan menggunakan metode baru untuk meningkatkan akurasi data stok beras. Pada survei terdahulu, data luas panen didapat dari surveyor dinas pertanian daerah tanpa penggunaan teknologi. Kini, BPS memakai metode kerangka sampel area (KSA) yang disokong teknologi Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) serta Badan Informasi Geospasial. Kelak, data satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) juga akan menjadi acuan penghitungan panen.