TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai membengkaknya defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan tak lepas dari perkembangan teknologi yang malah memicu gaya hidup kurang sehat. "Saya mendapatkan data penyakit katastropik mematikan justru terus meningkat," kata Jokowi saat menghadiri Pembukaan Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia di Balai Sidang Jakarta, Rabu, 17 Oktober 2018.
Baca: Urusan Defisit BPJS Sampai ke Presiden, Jokowi: Kebangetan
Jokowi menyayangkan pertumbuhan ekonomi serta perkembangan teknologi dapat memicu gaya hidup kurang sehat, yang berpotensi menurunkan kesehatan masyarakat. Hal itu sesuai dengan data belanja BPJS Kesehatan yang menunjukkan besarnya jumlah klaim.
Pada 2017, BPJS mencatatkan klaim untuk kasus penyakit jantung Rp 9,25 triliun, klaim pengobatan kanker Rp 3 triliun, klaim gagal ginjal Rp 2,2 triliun, serta penanganan stroke Rp 2,2 triliun. Adapun klaim non-katastropik pada 2017, seperti klaim operasi katarak tercatat Rp 2,6 triliun serta klaim fisioterapi Rp 965 miliar.
Dari data itu, kata Jokowi, seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, keperluan menjaga kesehatan dan mencegah penyakit oleh masyarakat sangat utama ketimbang mengobati. "Mempromosikan gaya hidup sehat juga sangat utama agar kualitas sumber daya manusia kita prima, dan masyarakat bisa mengaktualisasikan kapasitasnya untuk membangun bangsa negara ini," ujarnya.
Sebelumnya, Jokowi menegur dan meminta BPJS Kesehatan mengembangkan manajemen sistem yang lebih baik dan lebih jelas agar rumah sakit memiliki kepastian pembayaran yang jelas. "Mestinya ada manajemen sistem sehingga rumah sakit memiliki kepastian pembayaran yang jelas," ucapnya.
Lebih jauh, Jokowi mengajak semua pihak, dengan kemampuan yang dimiliki dan kemampuan yang ada, secara efektif dan efisien memastikan masyarakat mendapat akses pelayanan kesehatan secara penuh. Ia menegaskan mengetahui dan memahami permasalahan yang terkait dengan BPJS Kesehatan dan urusan pembayaran rumah sakit.
"Saya tahu problem yang kemarin, urusan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), urusan pembayaran rumah sakit. Saya ngerti dan sampai di meja saya. Sehingga seingat saya mungkin sebulan atau lima minggu kita putuskan," tuturnya.
Baca: IDI Usul Premi BPJS Kesehatan Dinaikkan untuk Tambal Defisit
Hanya, menurut Jokowi, hal itu sebenarnya merupakan urusan Direksi BPJS Kesehatan dan tidak perlu sampai ke tingkat Presiden. "Ini sebetulnya urusan Dirut BPJS, enggak sampai Presiden kayak gini-gini. Harus kita putus tambah Rp 4,9 triliun, ini masih kurang lagi. 'Pak, masih kurang, kebutuhan bukan Rp 4,9 triliun.' Lah, kok, enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta," katanya.
ANTARA