TEMPO.CO, Jakarta - Terkait kasus suap Proyek Meikarta yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, belakangan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK angkat bicara. Ia menyebutkan banyaknya kepala daerah yang terlibat kasus korupsi dan terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyebabkan negara mengalami kerugian secara materi dan jalannya pemerintahan di daerah menjadi terganggu.
Baca: OTT Terkait Meikarta, Luhut Pandjaitan: Diselesaikan Secara Hukum
JK menilai terus bertambahnya kepala daerah yang terlibat kasus korupsi karena sebelumnya tak merasa cukup dengan kekayaan yang dimiliki. "Itu akibat antara lain ya karena ingin hidup lebih baik, tentu gaji tidak cukup," ujarnya di Kantor Wapres Jakarta, Selasa, 16 Oktober 2018.
Tak hanya itu, JK menduga keinginan untuk memiliki pendapatan lebih menjadi alasan utama bagi kepala daerah untuk melakukan tindak pidana korupsi, dengan menyalahgunakan jabatannya.
Hal kedua yang mendorong para kepala daerah akhirnya melakukan tindak pidana korupsi, menurut JK, adalah mahalnya biaya politik saat pemilihan kepala daerah (pilkada) sebelumnya. Walhasil, kepala daerah terpilih berupaya mendapatkan uang dengan segala cara untuk menutupi biaya kampanye tersebut.
Hal itu terjadi, kata JK, meskipun sudah ada sebagian fasilitas kampanye dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membuat biaya politik lebih murah. Para calon kepala daerah tetap saja mengeluarkan biaya tinggi untuk meraih dukungan masyarakat.
"Sebenarnya sekarang sudah diturunkan (solusinya), dengan kampanye tidak boleh besar-besaran, baliho dipasang KPU, kampanye diatur. Itu semua mengefisienkan calon. Tapi karena namanya persaingan, jadi selalu ingin lebih tinggi, akhirnya biaya mahal," ucap JK.
Selain itu, menurut JK, ada hal ketiga yakni keinginan pengusaha untuk memperoleh izin investasi di daerah dengan cepat juga menyebabkan tindak pidana korupsi tinggi di daerah. Sehingga, untuk mempercepat proses perizinan investasi di daerah, para pengusaha sering menggunakan cara kotor agar pemerintah daerah setempat segera mengeluarkan izin tersebut."Orang (pengusaha) ingin cepat minta izin, maka orang nyogok, agar cepat keluar izinnya. Jadi prosesnya harus diperbaiki," ucap JK.
Lebih jauh JK juga menilai banyaknya kepala daerah yang tertangkap tangan terlibat suap oleh KPK membuktikan para pihak terlibat tak lagi takut akan sanksi. "Ya tentu juga kita prihatin begitu banyak ditangkal, tapi begitu terjadi terus. Jadi ini kadang-kadang orang (kepala daerah) sepertinya tidak takut kena sanksi," katanya.
Seperti diketahui, KPK telah menangkap Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati. Dua tersangka lainnya, yakni Bupati Bekasi 2017 s.d. 2022 Neneng Hassanah Yasin (NNY) dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR) masih dalam pemeriksaan di gedung KPK.
Baca: Dugaan Suap Meikarta, Analis: Hindari Saham Lippo Group
Adapun enam tersangka lainnya yang telah terlebih dahulu ditahan adalah konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ). KPK juga sudah menahan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), tersangka kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
ANTARA