TEMPO.CO, Jakarta - PT Mahkota Sentosa Utama atau PT MSU yang merupakan anak usaha Lippo Group menyatakan akan melakukan investigasi internal ihwal dugaan suap Meikarta. Mahkota Sentosa Utama adalah pihak yang mengerjakan proyek Meikarta.
Baca: Sengkarut Izin Mega Proyek Meikarta yang Berujung Suap
Pernyataan itu ditegaskan melalui kuasa hukum PT MSU, Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity). "Langkah pertama kami adalah PT MSU langsung melakukan investigasi internal yang independen dan obyektif untuk mengetahui apa sebenarnya fakta yang terjadi," ujar Denny Indrayana, Senior Partner di Kantor Hukum tersebut.
Jika dugaan suap terbukti benar, menurut Denny, PT MSU tidak akan mentolerir perbuatan tersebut. Perusahaan juga tidak akan segan-segan memberikan sanksi dan tindakan tegas kepada oknum yang melakukan penyimpangan. "Sesuai ketentuan hukum kepegawaian yang berlaku," ujarnya.
Ia juga menegaskan PT MSU menghormati dan akan mendukung penuh proses hukum di KPK. Anak usaha Lippo Group ini juga akan kooperatif membantu kerja KPK mengungkap tuntas kasus dugaan suap tersebut.
Dalam perkembangan penyidikan di KPK, dugaan pemberian kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait perizinan properti proyek Meikarta oleh pihak swasta semakin menguat.
Hal tersebut disampaikan setelah KPK menemukan sejumlah bukti dan konfirmasi dari para saksi serta tersangka dalam pemeriksaan yang masih berlangsung hingga saat ini. "Dari sejumlah bukti dan konfirmasi para saksi dan tersangka, dugaan pemberian kepada Bupati (Bekasi) semakin menguat terkait perizinan ini. Termasuk pertemuan-pertemuan yang pernah dilakukan dengan pihak swasta dalam pengurusan izin," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa, 16 Oktober 2018.
Tiga tersangka dalam kasus suap terkait perizinan Meikarta masih dalam proses pemeriksaan di KPK. Pihak lain yang diamankan saat operasi tangkap tangan (OTT) kemarin secara bertahap telah keluar pada Selasa, 15 Oktober 2018 dini hari.
Tersangka Neneng Rahmi yang gagal diamankan saat OTTT akhirnya menyerahkan diri dan mulai mengakui beberapa perbuatannya. "Neneng Rahmi diduga menerima uang SGD 90 ribu, namun saat penyerahan diri tadi belum bisa membawa uang tersebut," lanjut Febri.
Ancaman pidana untuk penerima suap atau gratifikasi sangat tinggi yaitu maksimal 20 tahun atau seumur hidup (Pasal 12 a, b atau Pasal 12 B). Secara resmi KPK telah menetapkan Direktur PT Operasional Lippo Grup Billy Sindoro sebagai salah satu tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Selain Billy, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka penerima. "Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada Bupati Bekasi dan kawan-kawan terkait pengurusan perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," ujar Wakil Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif di KPK, Jakarta, Senin, 15 Oktober 2018.
Selain Billy dan Neneng, KPK menetapkan tujuh tersangka lainnya yaitu sebagai pihak pemberi Taryudi, Konsultan Lippo Grup; Fitra Djaja Kusuma, Konsultan Lippo Grup; dan Henry Jasmen, Pegawai Lippo Grup.
Sementara itu, pihak penerima yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
Pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek Meikarta seluas total 774 hektar. Perizinan diduga dibagi ke dalam tiga fase, yakni fase pertama 84,6 ha, fase kedua 252,6 ha, fase ketiga 101,5 ha.
KARTIKA ANGGRAENI I BISNIS