TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden Sandiaga Uno berkomitmen menambah iuran pemerintah untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Upaya ini dilakukan agar keterlambatan pembayaran BPJS Kesehatan ke rumah sakit seperti yang saat ini terjadi, tidak lagi terulang.
Baca juga: BPJS Kesehatan Minta Pemerintah Kucurkan Dana Talangan Lagi
"Jangan sampai BPJS seperti asuransi kesehatan konvensional, tapi harus jadi manifestasi ekonomi jaminan sosial," kata koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, saat dihubungi di Jakarta, Senin, 15 Oktober 2018.
Sandiaga Uno, kata Dahnil, memiliki pengalaman panjang mengurus korporasi sakit kembali sehat. Melalui pengalaman ini, Sandi akan fokus memperbaiki layanan kesehatan hingga kesejahteraan dokter dan perawat, melalui reformasi tata kelola BPJS. "Sambil membenahi kedisiplinan peserta BPJS untuk membayar iuran," ujarnya.
Saat ini, pemerintah setiap tahun menggelontorkan dana untuk menambal seluruh iuran dari peserta BPJS Kesehatan, kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Mereka ini adalah peserta jaminan kesehatan dari kelompok fakir miskin dan orang tidak mampu sesuai Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Ada juga PBI oleh APBD," kata Menurut Deputi Direksi Bidang Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, Arief Syaifuddin.
Sementara dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN yang digelontorkan setiap tahunnya berubah-ubah, tergantung jumlah PBI setiap tahunnya. Menurut Arief, perhitungan jumlahnya sederhana yaitu tinggal mengalikan besaran iuran PBI dengan jumlah peserta PBI. Besaran iuran PBI saat ini yaitu Rp 23 ribu per orang per bulan dan jumlah terbaru yaitu 92,2 juta orang. Maka dalam satu tahun, iuran pemerintah untuk PBI ini sekurang-kurangnya mencapai Rp 25,4 triliun.
Besaran iuran Rp 23 ribu ini sebenarnya telah mengalami kenaikan 19.6 persen pada 12 Maret 2016 dari sebelumnya yang hanya Rp 19.225. Tapi sampai saat itu atau 2 tahun 6 bulan setelah itu tidak ada terdengar kepastian untuk menaikkan besaran iuran ini. "Harusnya iuran saja yang dinaikkan sesuai Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, bahwa iuran BPJS Kesehatan bisa dievaluasi dua tahun sekali," Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar, awal September 2018.
Besaran iuran yang tak kunjung naik ini, baik PBI maupun non-PBI yang ditanggung langsung peserta, ditengarai menjadi penyebab defisit BPJS Kesehatan hingga Rp 9 triliun tahun ini, Selain itu, BPJS Kesehatan juga kelabakan karena jumlah iuran tak sebanding dengan biaya klaim kesehatan peserta. Walhasil, tak sedikit perwakilan BPJS Kesehatan di berbagai daerah menunggak ke rumah sakit.
Meski begitu, sampai saat ini belum ada kepastian dari pemerintah untuk menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan tersebut. "Ya, semuanya masih dikalkulasi, semuanya," kata Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 25 September 2018.
ANTARA