UPH dan Siloam Bangun Sekolah dan RS di Meikarta
Hal lain adalah proyek yang sempat mandek karena kabar bahwa investor Cina yang rencananya mendanai dua pertiga modal kerja Meikarta hengkang dari proyek tersebut. Seorang kerabat dari Lippo Group mengatakan investor itu gagal membawa dana yang dijanjikan gara-gara ada kebijakan pengetatan keuangan pemerintah Cina setelah cadangan devisa negara itu tergerus. Akibatnya, para konglomerat tidak bisa membawa uangnya dari Cina, termasuk investor Meikarta.
CEO Lippo Group James Riady sebelumnya menyatakan masalah perizinan tidak menghalangi perusahaan tetap meneruskan pembangunan kota baru seluas 5.400 hektare tersebut. Ia mengakui, tahap pertama pembangunan Meikarta memang sempat terhambat aturan tata ruang dari pemerintah. Ditambahkan Direktur Komunikasi Publik Lippo Group, Danang Jati menegaskan bahwa proyek Meikarta jalan terus. Targetnya: ribuan unit di 14 blok yang akan berdiri di 28 tower bisa diserahterimakan pada awal tahun depan.
Menyusul lagi pada Juni 2018, lembaga pemeringkat asal Amerika Serikat, Moody’s Investor Service, untuk PT Lippo Karawaci Tbk. yang menurunkan rating surat utang yang dikeluarkan anak usaha Lippo Karawaci, Theta Capital Pte Ltd. Surat utang senior senilai US$ 75 juta yang diterbitkan tahun ini tersebut kini dikategorikan B2 negatif. Moody’s melihat Lippo Karawaci akan menggunakan hasil penerbitan surat utang itu justru untuk membiayai kembali piutang (refinancing) melalui fasilitator perusahaan, UBS AG.
BACA: Meikarta Tersandung KPK, Saham Lippo Karawaci Anjlok
Moody’s menilai perencanaan ini kurang tepat untuk likuiditas korporasi hingga
1,5 tahun mendatang. ”Penempatan utang ini hanya cukup menutup sekitar setengah utang jatuh tempo Lippo Karawaci pada 2018-2019,” kata analis senior yang juga Wakil Presiden Moody’s, Jacinta Poh, dalam keterangan resminya.
Sebanyak 79 persen utang Lippo yang tak dijamin juga dinilai berisiko. Mayoritas
pinjaman berada di Lippo Karawaci sendiri. Pada 25 April 2018 lalu, Moody’s juga menurunkan peringkat Lippo Karawaci dari B1 menjadi B2. Sudah lama lembaga ini mengamati perubahan kinerja Lippo Karawaci, terutama setelah perusahaan terlambat menyerahkan laporan kinerja keuangan dan gagal memenuhi kewajiban penerbitan pinjaman dengan satuan dolar Amerika Serikat.
Saat itu Poh menjelaskan, koreksi peringkat ini mencerminkan arus kas operasional Lippo Karawaci yang tak cukup untuk membiayai pembayaran bunga dan bisnis lain di perusahaan selama 18 bulan ke depan. Arus kas dipastikan hanya akan bergantung pada penjualan aset. Sedangkan penjualan dari unit properti masih tersendat lantaran kondisi pasar properti yang melemah. ”Tanpa kesuksesan penjualan aset, kami perkirakan arus kas operasi bersih hanya tersisa Rp 800 miliar,” ujar Poh seperti dikutip dari Majalah Tempo.