TEMPO.CO, Bali - Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan negara-negara berkembang termasuk Indonesia untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan. Managing Director IMF Christine Lagarde mengatakan kesenjangan juga dihadapi oleh perekonomian dunia, yaitu masih adanya negara yang menderita defisit neraca transaksi berjalan (CAD), di satu sisi ada pula negara yang sudah mencatatkan surplus besar dalam neracanya.
Baca: Pidato Lengkap Jokowi Soal Game of Thrones di Pertemuan IMF
“Untuk melindungi stabilitas ekonomi dibutuhkan kerja sama antara kedua negara, saling mendukung sata sama lain,” ujarnya, di sela Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Dunia 2018, di Nusa Dua, Bali, Jumat 12 Oktober 2018.
Tak hanya itu kerentanan yang lain juga datang dari sisi fiskal. Menurut Lagarde, tantangan lain yang tak boleh diabaikan adalah peningkatan kerentanan utang. Adapun berdasarkan catatan IMF, total utang pemerintah dan swasta global mencapai US$ 182 triliun atau mencapai 224 persen dari PDB global. Kondisi ini 60 persen lebih tinggi kondisi di 2007 silam. “Kondisi pengetatan moneter negara maju kemudian menjadi angin balik bagi aliran modal yang tadinya berada di negara berkembang.”
Dia pun mengingatkan kepada para pengambil kebijakan agar melengkapi ketahanan ekonomi negaranya dengan jaring pengaman finansial. “Salah satunya dengan meningkatkan kekuatan perekonomian domestiknya,” ucapnya.
Deputi Direktur Departemen Asia Pasifik IMF Ken Kang menuturkan meskipun demikian kondisi Indonesia saat ini dinilai cukup tangguh untuk menghadapi gejolak yang terjadi. “Indonesia telah mengalami depresiasi nilai tukar hingga 11 persen, tapi fundamental ekonominya tetap sehat,” katanya. Dia pun mengapresiasi kebijakan pemerintah Indonesia dalam upaya-upaya mengendalikan CAD, salah satunya melalui pengendalian impor.
“Tingkat hutang pemerintah masih aman, kebijakan pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga, serta upaya penurunan defisit fiskal juga on the track,” ujarnya.
Keng menambahkan, Indonesia harus melanjutkan konsistensi komitmennya dalam reformasi fiskal dan restrukturisasi struktur pendanaan pembangunan. Pemerintah seperti diketahui tengah gencar mengundang masuknya investasi baik asing maupun domestik untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur. “Karena yang kami khawatirkan adalah peningkatan laju utang yang begitu cepat, jadi mereka akumulasi utangnya dan khawatirnya risiko ke negara berkembang meningkat,” ucap pimpinan IMF ini.
GHOIDA RAHMAH | DIAS PRASONGKO