TEMPO.CO, Nusa Dua - Asian Development Bank (ADB) menyiapkan dana sebesar US$ 500 juta untuk membantu rehabilitasi korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. "ADB juga mengalokasikan tambahan dana US$ 500 juta untuk berjaga-jaga jika Indonesia membutuhkan tambahan bantuan," seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat, 12 Oktober 2018.
Baca: Ridwan Kamil Lobi Pembiayaan Infrastruktur ke ADB Indonesia
Presiden ADB Takehiko Nakao menyebutkan jika ditotal ada bantuan darurat senilai hingga US$ 1 miliar untuk mendukung penanganan dan upaya rekonstruksi di daerah terdampak secepat mungkin. Hal ini diungkapkannya saat bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di sela-sela pertemuan tahunan IMF-World Bank Group 2018 hari ini, di Nusa Dua, Bali.
Pinjaman tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan rekonstruksi infrastruktur yang sangat penting, termasuk pasokan air dan sanitasi, sekolah, jalan dan jembatan, serta jaringan listrik. Bantuan ini di luar dari program pinjaman reguler ADB bagi Indonesia, yang rata-rata mencapai US$ 2 miliar setiap tahunnya.
Pinjaman bantuan darurat ADB akan disiapkan lewat berkoordinasi dengan pemerintah, masyarakat yang terdampak, dan para pemangku kepentingan lainnya. Bantuan itu akan diproses secara cepat untuk dapat segera disetujui Dewan Direktur ADB.
Pinjaman tersebut memiliki ketentuan khusus berupa masa tenggang 8 tahun dan masa pembayaran kembali selama 32 tahun, atau lebih lama daripada biasanya. ADB juga akan memberi bantuan teknis guna mendukung kajian kebutuhan kerusakan yang dipimpin pemerintah dan perencanaan pemulihan serta rekonstruksi.
Dalam pertemuannya dengan Jokowi, Nakao memuji manajemen makroekonomi Indonesia yang baik. Dia menekankan kuatnya fundamental ekonomi Indonesia sebagaimana ditunjukkan dengan proyeksi kuatnya tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto sebesar 5,2 persen dan tingkat inflasi yang stabil di level 3,4 persen pada 2018.
Baca: ADB Ingatkan Pemerintah Waspadai Risiko Pertumbuhan Ekonomi
ADB, kata Nakao, menilai defisit transaksi berjalan sekitar 2,5 persen masih terkelola dan komitmen pemerintah untuk menjaga defisit fiskal pada sekitar 2 persen dari PDB patut diapresiasi. Cadangan devisa tetap dijaga pada tingkat yang cukup dan Indonesia mendapatkan peringkat layak investasi di pemerintahan ini. “Depresiasi terhadap rupiah adalah karena dorongan spekulasi, karena posisi makroekonomi Indonesia secara keseluruhan masih kuat,” ujar Nakao.