TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menilai pendanaan internasional untuk mitigasi bencana dalam Sendai Framework for Disaster Risk Reduction harus ditingkatkan. Sendai Framework adalah sebuah kesepakatan pendanaan antara negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2015 untuk mengurangi dampak bencana alam.
Baca: Bappenas: Peta Bencana Perlu Jadi Acuan Perencanaan Wilayah
Saat ini, kata Basuki, mayoritas atau sebanyak 90 persen bantuan internasional dalam kesepakatan itu ditujukan untuk penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca bencana. "Sementara dana untuk mencegah dan mempersiapkan apabila terjadi bencana masih kecil hanya 10 persen," kata Basuki dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 11 Oktober 2018.
Pernyataan itu disampaikan Basuki saat menjadi pembicara kepada perwakilan negara lain dalam High Level Dialogue on Disaster Risk Financing and Insuring (DRFI) in Indonesia di gelaran IMF-World Bank 2018. Menurut Basuki, pendanaan untuk mitigasi bencana seperti banjir dan kekeringan lewat pembangunan bendungan, normalisasi sungai dan pengaman pantai harus dilihat sebagai invetasi masa depan. "Bukan dimaknai sebagai biaya saja."
Dua bencana alam besar terjadi di Indonesia dalam beberapa bulan terakhir yaitu Gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat dan Gempa berikut Tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Hingga saat ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menggelontorkan dana Cadangan Bencana Alam dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp 2,1 triliun untuk operasi tanggap darurat, bantuan logistik, hingga bantuan perbaikan rumah rusak.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai bahwa selama sumber pemdanaan bencana selama ini memang masih kurang. Walhasil, apabila terjadi bencana alam, maka semuanya dibebankan kepada APBN atau dari bantuan. Acara diskusi di IMF - World bank ini pun menjadi saat yang tepat untuk mencari solusi mengatasi bencana dengan ketahanan fiskal tetap terjaga.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan dana rehabilitasi bencana memang tidak bisa hanya mengandalkan APBN yang juga sudah dialokasikan untuk belanja rutin dan wajib seperti pendidikan, kesehatan, dan transfer daerah. Untuk itu, Kementerian Keuangan telah menyusun strategi pembiayaan alternatif salah satunya melalui asuransi risiko bencana.
Baca: Sri Mulyani Usul Pertemuan IMF - World Bank Bahas Triasuransi
Saat ini, Sri Mulyani menilai pemahaman dan minat masyarakat dan pemerintah daerah terhadap asuransi bencana masih kurang. Padahal aset yang terlindung asuransi akan lebih cepat dibangun kembali karena tidak bergantung pada APBN maupun bantuan pihak lain. "Tahun 2019 kita akan memulai mengasuransikan gedung-gedung pemerintah," ujarnya.
Simak berita lainnya terkait bencana hanya di Tempo.co.