TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada, A Tony Prasetiantono menilai rencana kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM premium ke Rp 7.000 per liter masih di bawah batas kewajaran.
BACA: Jonan: BBM Premium Naik Jadi Rp 7000 per Liter Petang Ini
"Menurut saya masih affordable karena kenaikannya di bawah 10 persen," ujar Tony kepada Tempo, Rabu, 10 Oktober 2018. Kendati demikian, Tony melihat langkah tersebut tetap mengandung risiko sosial-politik ke depannya. "Tapi masyarakat tidak akan terlalu merespons berlebihan."
Menurut Tony, saat ini pemerintah tidak memiliki pilihan lain untuk menyehatkan fiskal, selain menaikkan harga premium. Apalagi bila mengingat harga minyak mentah dunia yang terus merangkak naik dan kini menembus 80 dolar per barel.
"Namun, ada harapan tahun depan harga minyak dunia bisa turun, seiring dengan peningkatan produksi shale oil di AS, yang puncaknya bakal terjadi pada 2020," ujar Tony. Jika tidak dinaikkan, ujar dia, subsidi BBM bakal melonjak dari Rp 100 triliun menjadi Rp 150 triliun.
BACA: Harga Minyak Mentah Naik, Pertamax Jadi Rp 10.400 per Liter
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM, Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM Premium menjadi Rp 7000 per liter mulai hari ini, Rabu, 10 Oktober 2018. Kenaikan harga ini, kata Jonan, akan berlaku di wilayah Jawa, Madura dan Bali.
"Pemerintah mempertimbangkan Premium mulai hari ini jam 18.00 WIB, paling cepat, tergantung dari persiapan Pertamina mensosialisasikan sebanyak 2500 SPBU yang menjual Premium naik sekitar 7 persen," kata Jonan saat mengelar konferensi pers di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Rabu.
Jonan mengatakan untuk kenaikan Premium di Jawa, Madura dan Bali naik dari Rp 6.550 per liter menjadi Rp 7.000 per liter. Sedangkan, kenaikan di luar Jawa, Madura dan Bali naik menjadi Rp 6.900 per liter dari sebelumnya, Rp 6.450 per liter.
Jonan menuturkan kenaikan tersebut berkaitan dengan harga minyak mentah dunia yang juga ikut naik sejak awal tahun lalu. Menurut mantan Menteri Perhubungan tersebut, harga minyak mentah jenis Brent telah naik sebanyak 30 persen sedangkan kenaikan ICP telah naik sebanyak 25 persen.
"Ini pertimbanganya karena naik terus ini ICP, kurang lebih 25 persen, karena Pertamina belinya minyak bagian ini naik terus. Karena itu pemerintah sesuai arahan Presiden, premium dinaikan," kata dia.
DIAS PRASONGKO