TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan dirinya belum melihat dampak langsung dari adanya kenaikan suku bunga global terhadap kondisi perdagangan (neraca dagang) Indonesia. Menurut Perry, hal ini dibuktikan dengan masih terjaganya nilai ekspor Indonesia baik ke Amerika Serikat maupun ke Cina.
BACA: The Fed Naikkan Suku Bunga, Harga Emas Meluncur ke Titik Terendah
"Di dalam perdagangan kami belum melihat impak langsung. Faktanya nilai ekpor Indonesia ke Amerika Serikat masih meningkat. Begitu juga ekspor kami ke Cina yang juga masih terlihat bagus," kata Perry di dalam acara Central Banking Forum di The Conrad Hotel di sela-sela Pertemuan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali, Rabu, 10 Oktober 2018.
Bank Indonesia hari ini, mengelar sejumlah pertemuan dengan Bank Sentral Amerika atau The Federal Reserve (The Fed). Dalam acara ini, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo akan menyampaikan pidato dengan tema "Perkembangam Ekonomi Terkini Indonesia." Sedangkan dari The Federal hadir Presiden dan Chief Executive Officer, Federal Reserve Bank of New York, John Williams. Dia rencananya akan membahas mengenai "Perkembangan Terkini Kebijakan Moneter Amerika Serikat."
Dalam acara tersebut, Presiden dan Chief Executive Officer The Federal New York menyampaikan bahwa Bank Sentral Amerika Serikat masih akan melanjutkan kebijakan normalisasi (kenaikan) suku bunga. Kebijakan ini dilakukan di tengah-tengah kondisi ekonomi AS yang terus membaik sejak krisis finansial pada 2008. Selain itu, kebijakan ini dikeluarkan sejalan dengan dua tujuan penting pemerintah dan Bank Sentral AS untuk menjaga tingkat inflasi dan juga tingkat pengangguran.
Meski demikian, kata Perry, Bank Indonesia akan terus memantau dampak tidak langsung yang diakibatkan oleh tingkat suku bunga yang terus merangkak naik. Terutama terhadap kondisi current account defisit dan juga nilai tukar terhadap likuditas di pasar.
Perry mengatakan, pemerintah Indonesia dan juga Bank Indonesia akan bekerja bersama untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan fiskal sebagai bauran kebijakan. Khusus Bank Indonesia akan terus melanjutkan kebijakan yang pre-emptive dan juga front loading untuk meminalisir kondisi serius terhadap current account defisit.
"Kami akan melanjutkan kebijakan yang memastikan bahwa investasi asing atau terus mengalir ke dalam dan juga mempertahankan kondisi pasar tetap menarik bagi investor," kata Perry.
Sementara itu, data Kementerian Perdagangan pada April 2018 menunjukkan bahwa nilai ekpor Indonesia ke AS telah mencapai US$ 6,1 miliar. Sedangkan nilai impor Indonesia dari AS mencapai US$ 3,27 miliar.
Adapun, Badan Pusat Statistik mencatat, Secara kumulatf, nilai ekspor Indonesia Januari–Maret 2018 mencapai US$44,27 miliar atau meningkat 8,78 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$40,21 miliar atau meningkat 9,53 persen. Nilai impor Indonesia Maret 2018 mencapai US$14,49 miliar atau naik 2,13 persen dibanding Februari 2018, demikian pula jika dibandingkan Maret 2017 meningkat 9,07 persen.
Simak berita tentang suku bunga hanya di Tempo.co