TEMPO.CO, Jakarta – Pasca Bank Indonesia atau memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Days Reverse Repo Rate atau BI-7DRR sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen, sejumlah perbankan berancang-ancang untuk ikut menaikkan suku bunga kreditnya.
BACA: The Fed Naikkan Suku Bunga, Harga Emas Meluncur ke Titik Terendah
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B. Sukamdani menuturkan kondisi tersebut tentu saja tidak menguntungkan bagi pengusaha, masyarakat, dan pemerintah. Bagi pengusaha, kata dia, kenaikan suku bunga kredit tentu saja akan menaikkan biaya yang berimbas pada besarnya beban perusahaan.
“Tetapi kami harus hadapi situasi ini dengan tenang karena ini efek global yang memiliki pengaruh besar sekali. Untuk kenaikan suku bunga itu memang akan direspons dengan pertumbuhan ekspansi yang melambat,” kata Hariyadi, Selasa, 9 Oktober 2018.
Hariyadi menuturkan pertumbuhan ekspansi dunia usaha yang melambat terjadi karena pengusaha akan lebih berhati-hati. Antisipasinya, kata dia, pengusaha harus betul-betul harus bisa mengelola dari segi operasional secara efisien. Di sisi lain, situasi ini membawa kekhawatiran pada turunnya daya beli masyarakat. Solusinya, kata dia, pengusaha harus mengamankan pasar domestik kita.
“Jangan sampai pasar domestikakan dikuasai barang dari luar atau impor. Suplai bahan baku sebisa mungkin bisa subsitusi, jangan impor semua,” kata dia.
Pengusaha dan pemerintah, kata Hariyadi, harus meningkatkan nilai tambah produksi agar ekonomi domestik lebih tahan dengan situasi ini. Dia menuturkan poin penting yang jadi kunci adalah pemerintah dan penguasa tidak boleh panik. Pengusaha pun tidak ada pilihan lain selain menghadapi situasi yang ada. Adapun kenaikan suku bunga kredit bank sejauh ini masih bisa diterima.