TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyoroti laporan keuangan sejumlah institusi negara yang mencatatkan disclaimer dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2018. Salah satu lembaga yang menjadi perhatiannya adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP yang kembali dapat predikat oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK tersebut.
Baca: BPK Beri Opini Disclaimer untuk KKP, Ini Respons Susi Pudjiastuti
Seusai menyerahkan IHPS I Tahun 2018 kepada Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kepala BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan Presiden menggarisbawahi sejumlah hal yang termuat dalam laporan tersebut.
"Ya ditanya, masalahnya sudah kami sampaikan waktu laporan keuangan pemerintah. Permasalahan di Badan Keamanan Laut Bakamla (dan Kementerian Kelautan dan Perikanan). Presiden bilang memang itu yang harus dibenahi," ujar Moermahadi, Kamis, 4 Oktober 2018.
Sesuai dengan IHPS I 2018, BPK menyematkan opini Tidak Menyatakan Pendapat atau disclaimer kepada Bakamla dan KKP untuk laporan keuangan tahun lalu. Predikat ini disematkan untuk kedua kalinya kepada dua lembaga negara ini setelah mendapatkan opini yang sama pada 2016.
Selain itu, Moermahadi juga mengungkapkan Kepala Negara menyoroti masalah laporan keuangan Kementerian Pertahanan yang memiliki sistem pelaporan yang berbeda. Sebetulnya itu sudah disepakati antara Menteri Keuangan dan Menteri Pertahanan, 2019 akan jalan," ucapnya.
IHPS I Tahun 2018 memuat hasil pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) sampai tahun 2018 atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang diterbitkan pada 2005-30 Juni 2018.
Secara kumulatif hingga 30 Juni 2018, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan periode 2005-30 Juni 2018 telah ditindaklanjuti entitas terkait dengan penyerahan aset atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan dengan nilai mencapai Rp79,98 triliun.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Arif pernah menyebutkan tiga kondisi yang menyebabkan kementerian atau lembaga memperoleh opini disclaimer. Kondisi pertama, kementerian atau lembaga menolak diperiksa. Kondisi kedua, ada pengauditan tapi hasil pemeriksaan tak meyakinkan BPK untuk memberikan opini wajar atau tidak.
Selain itu, kondisi ketiga adalah laporan keuangan yang menunjukkan ketidakwajaran. "Artinya tidak sehat, tidak sesuai gambar akuntansi," kata Bahtiar, Kamis, 31 Mei 2018.
Baca: Sindir Menteri Susi, DPR Pertanyakan Opini Disclaimer di KKP
Sementara Menteri Susi Pudjiastuti balik mempertanyakan hasil audit tersebut. Pasalnya ia mengklaim pihaknya telah melakukan sejumlah pembenahan, bahkan pada 2017 lalu, KKP mengembalikan dana hampir Rp 10 triliun ke kas negara karena penghematan yang telah dilakukan. "Rp 10 triliun itu besar sekali, saya kembalikan kepada negara," ucapnya.
BISNIS | LANI DIANA