TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG semakin terkoreksi atau turun lebih dari 1 persen pada awal perdagangan hari ini. Berdasarkan data Bloomberg, IHSG melorot 1,17 persen atau 68,52 poin ke level 5.799,22 pada pukul 09.05 WIB, setelah dibuka turun 0,34 persen atau 20,14 poin di level 5.847,60.
Baca: Isu Perang Dagang AS -Cina Kembali Tekan IHSG dan Rupiah
Sepanjang perdagangan pagi ini, IHSG bergerak pada level 5.793,34 – 5.847,60. Adapun pada perdagangan pada hari sebelumnya, IHSG berakhir turun 0,13 persen atau 7,88 poin di posisi 5.867,74.
Delapan dari sembilan indeks sektoral IHSG pagi ini bergerak di zona merah dengan tekanan utama sektor aneka industri (-1,74 persen) dan infrastruktur (-1,71 persen). Hanya sektor pertanian yang bergerak sendiri di zona hijau dengan kenaikan tipis 0,03 persen. Sebanyak 9 saham menguat, 24 saham melemah, dan 571 saham stagnan dari 604 saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang masing-masing turun 1,29 persen dan 1,54 persen menjadi penekan utama terhadap pelemahan IHSG pada pukul 09.06 WIB.
Vice President Research Department Indosurya Sekuritas William Surya Wijaya memperkirakan pergerakan IHSG saat ini masih akan diwarnai oleh fluktuasi harga komoditas dan nilai tukar yang masih belum stabil.
Nilai tukar rupiah terus tertekan hingga melemah 75 poin atau 0,50 persen ke level Rp15.150 per dolar AS pagi ini, setelah berakhir melemah 32 poin atau 0,21 persen di posisi 15.075 pada perdagangan Rabu kemarin.
Dilansir dari Bloomberg, rupiah melemah untuk perdagangan hari keempat berturut-turut setelah lonjakan imbal hasil obligasi AS menggerogoti permintaan untuk aset-aset emerging market.
Imbal hasil pada obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun menyentuh level tertinggi dalam lebih dari tujuh tahun pada level 3,179persen, sedangkan imbal hasil obligasi bertenor dua tahun mencapai level tertinggi dalam lebih dari satu dekade.
Imbal hasil obligasi AS melonjak setelah Laporan Ketenagakerjaan Nasional ADP menunjukkan peningkatan lapangan kerja swasta sebanyak 230.000 pekerjaan pada bulan September, kenaikan terbesar sejak Februari.
Sementara itu, laporan dari Institute for Supply Management menunjukkan aktivitas sektor jasa mencapai level tertinggi dalam 21 tahun terakhir pada bulan September. Kedua data tersebut pun meningkatkan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve AS pada bulan Desember.
“Mata uang emerging-market di Asia akan mengalami sedikit aksi jual menyusul lonjakan pada imbal hasil Treasury, meskipun pelemahannya diperkirakan akan tertahan,” ujar Raymond Lee, seorang pengelola uang di Kapstream Capital, Sydney, seperti dikutip Bloomberg.
Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga, Pelaku Pasar Tunggu Respons BI
Secara keseluruhan, pasar ekuitas dan mata uang di Asia merosot setelah lonjakan pada imbal hasil Treasury AS meresahkan investor tentang valuasi ekuitas seiring dengan prospek pengetatan moneter oleh Federal Reserve AS. Sejalan dengan IHSG, indeks saham lainnya di kawasan Asia Tenggara juga bergerak negatif pagi ini, dengan indeks FTSE Straits Time Singapura (-0,88 persen), indeks FTSE Malay KLCI (-0,33 persen), dan indeks PSEi Filipina (-0,67 persen).
BISNIS