TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Rizal Ramli mengingatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sudah menembus Rp 15.000 merupakan awal yang harus diwaspadai oleh pemerintah maupun bank sentral. Ia menyebutkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sudah menembus Rp 15.000 merupakan awal yang harus diwaspadai oleh pemerintah maupun bank sentral.
Baca: Ratna Sarumpaet Mengaku Sebar Hoax, Rizal Ramli Minta Maaf
"Apakah Rp 15 ribu sudah merupakan akhir? Kami mohon maaf, karena ini baru permulaan," kata Rizal Ramli dalam Seminar Fraksi Partai Golkar di Gedung Nusantara, DPR, Jakarta, Rabu, 3 Oktober 2018. Seminar itu bertajuk "Rezim Devisa dan Strategi Menghadapi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah untuk Menjaga stabilitas Perekonomian Nasional".
Rizal Ramli memperkirakan depresiasi rupiah akan berlanjut yaitu karena Bank Sentral AS (the Fed) masih akan menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun. Kondisi itu dapat memicu pembalikan modal dari negara berkembang dan membuat mata uang garuda mengalami pelemahan.
Selain itu, indikator ekonomi negatif yang melanda negara-negara berkembang dan perang dagang antara AS dengan para mitra dagang utama juga bisa berdampak kepada pelemahan rupiah. Untuk itu, Rizal Ramli meminta adanya upaya lebih dari pemerintah guna memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan secara drastis.
Salah satunya dengan menekan impor, bukan hanya barang konsumsi, namun juga bahan baku atau modal yang selama ini membebani neraca perdagangan. "Kenapa tidak fokus untuk menekan 10 bahan impor Indonesia yang besar, seperti baja? Kalau hanya barang konsumsi, efeknya kecil," kata Rizal Ramli.
Baca: Rizal Ramli Kritik Jokowi, dari Makro Ekonomi Hingga Impor Beras
Rizal Ramli juga mengusulkan adanya revisi UU lintas devisa dan sistem nilai tukar untuk memaksa devisa hasil ekspor masuk ke Indonesia. "Kalau mau badan kita sehat, seluruh revenue ekspor harus masuk ke dalam. Indonesia masih rentan terhadap ini," kata mantan Menko Kemaritiman ini. Ia lalu mencontohkan kondisi Thailand yang saat ini mata uangnya tidak rentan dari tekanan global, karena mempunyai kelebihan devisa dan surplus neraca transaksi berjalan.
ANTARA