TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tak mempengaruhi harga barang dan komoditas. Sebab, kapasitas ekonomi domestik masih mencukupi.
Baca juga: Rupiah Tembus Rp 15 Ribu, Gubernur BI: Lihat Volatilitasnya
"Kami tidak lihat pelemahan rupiah menyebabkan kenaikan harga. Meski pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5 persen, kapasitas ekonomi kita masih cukup, sehingga tidak menimbulkan tekanan harga," kata Perry di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Oktober 2018.
Hari ini merujuk pada Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR nilai tukar rupiah berada pada angka Rp 15.088 per dolar Amerika Serikat pada Rabu, 3 Oktober 2018. Adapun, di pasar valuta asing, merujuk data RTI, rupiah diperdagangkan sebesar Rp 15.058 per dolar Amerika Serikat.
Merujuk data BI, nilai tukar rupiah sejak Desember 2017 hingga saat ini atau secara year to date telah melemah sebanyak 9,82 persen. Sedangkan merujuk data RTI, secara year to date nilai tukar rupiah tercatat telah melemah sebanyak 10,95 persen.
Menurut Perry, tekanan terhadap harga tersebut bisa dihindari karena kondisi fundamental ekonomi yang juga cukup baik. Salah satunya ditunjukkan dengan kondisi inflasi yang terjaga.
Menurut Badan Pusat Statistik, secara tahun kalender atau year to date inflasi mencapai 3,2 persen. Sementara itu, pada September 2018 terjadi deflasi 0,18 persen. Deflasi ini mengikuti deflasi sebelumnya yang terjadi pada Agustus 2018.
Selain itu, Perry menjelaskan pelemahan nilai tukar tak mempengaruhi harga barang karena pelaku usaha memiliki ekspektasi dan kapasitas yang masih cukup bagus. Kemudian menurut Perry, hal ini juga didukung oleh kebijakan pengusaha yang memilih untuk tak menaikan harga tetapi melakukan efisiensi.
"Adapun kredit perbankan masih tumbuh 11 persen begitu juga dengan pembiayaan non perbankan," kata Perry.
Perry berujar pelemahan nilai tukar ini tidak hanya terjadi pada rupiah, melainkan juga di hampir seluruh negara di dunia. Khususnya adalah negara-negara emerging market. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi nilai tukar di hampir seluruh negara adalah dinamika perang dagang dan juga kebijakan fiskal ekonomi Amerika Serikat.