TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan nilai tukar rupiah menghadapi tekanan yang cukup besar hingga akhirnya terdepresiasi melewati level psikologis baru di Rp 15.000 per dolar AS pada Selasa atau terlemah dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Dolar AS Menguat, Kurs Rupiah Bergerak ke Level 15.075
Dody mengatakan Bank Sentral tidak akan berdiam diri, dan tetap melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah di pasar. "BI terus berada di pasar menstabilkan rupiah yang tekanannya cukup besar," kata Dody, Rabu, 3 Oktober 2018.
Setelah diperdagangkan pada level yang menembus Rp 15 ribu per dolar AS, Selasa kemarin, mata uang Garuda Rabu pagi ini masih terkulai di level pelemahan yang sama. Hingga pukul 10.00 WIB, rupiah di pasar spot diperdagangkan di Rp 15.082 per dolar AS atau melemah 40 poin dibanding penutupan Senin (2/10).
Memantau Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dolar AS (Jisdor) yang diumumkan BI pada Rabu ini, rupiah melemah 100 poin di Rp 15.088 dibanding Selasa (2/10) yang Rp14.988.
"Faktor global dan domestik sama-sama mendominasi pegerakan rupiah pekan ini," kata Ekonom INDEF Bhima Yudhistira.
Faktor global, menurut Bhima, di antaranya adalah kenaikan harga minyak mentah hingga 85 dolar AS per barel atau melonjak 28 persen secara tahun berjalan (ytd) disebabkan oleh berkurangnya pasokan setelah aksi pemboikotan minyak Iran yang diserukan Presiden AS Donald Trump.
Sedangkan faktor domestik penyebab melemahnya rupiah, di antaranya, ujar Bhima, sentimen dari proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2018 yang diperkirakan berada di 5,1 persen atau lebih rendah dibanding kuartal II 2018 yang 5,27 persen. Angka deflasi 0,18 persen (mtm) pada September 2018 juga belum memberikan sentimen positif.
ANTARA