TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Faisal Basri memberi saran solusi untuk mengatasi tekanan kepada nilai tukar rupiah yang hari ini sudah menembus Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat. Solusi yang ia sarankan adalah agar pemerintah mengundang para perusahaan asing agar menyimpan keuntungannya di Indonesia.
Baca: Suku Bunga The Fed Naik, Rupiah Jeblok ke Rp 14.908 per Dolar AS
"Devisa terbesar itu keuntungan perusahaan asing yg dibawa pulang, itu tahun lalu besarnya US$ 20 miliar, lebih besar dari defisit minyak yang cuma US$ 11 Miliar," kata Faisal di Posko Cemara, Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2018.
Apabila perusahaan-perusahaan asing itu mau menyimpan keuntungannya di dalam negeri, minimal seperempatnya, Faisal yakin dampaknya bakal lebih terasa ketimbang kebijakan yang telah diambil pemerintah. Pemerintah sebelumnya telah menerapkan perluasan mandatori biodiesel B20, peningkatan tarif Pajak Penghasilan Impor untuk sejumlah barang konsumsi, dan meninjau ulang sejumlah proyek infrastruktur untuk ditunda.
"Jadi lebih baik disimpan dulu deh di Indonesia (keuntungan perusahaan asing). Seperempatnya saja jauh lebih besar mengurangi tekanan dibanding kebijakan pemerintah seperti menaikan PPh Pasal 22, ribet segala macam itu, efeknya enggak sampai US$ 1 miliar itu," ujar Faisal.
Selain itu, Faisal menyoroti para tokoh dan elite politik yang banyak menyimpan dolar. Ia meminta mereka untuk menjual dolar-dolar itu demi mengurangi tekanan terhadap rupiah. "Tolong dolar-dolar mereka dijual. Saya enggak ada urusan kubu mana kubu mana, anda tagih calon legislatif, calon presiden, calon wakil presiden itu," tutur dia.
Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat hingga menyentuh 15.000 per dolar AS. Pelemahan rupiah terjadi di tengah-tengah kian buruknya sentimen pada aset negara berkembang dilihat dari defisit transaksi berjalan yang kian melebar.
Pergerakan kurs rupiah pada Selasa, 2 Oktober 2018 sempat menyentuh Rp15.009 per dolar AS dan kembali ke Rp 14.997 per dolar AS, melemah 86,5 poin atau 0,58 persen. Posisi tersebut menjadi yang terlemah sejak krisis keuangan di Asia pada Juli 1998 silam.
Rupiah melemah hingga lebih dari 9 persen terhadap dolar AS sepanjang 2018. Sementara itu, indeks dolar AS masih mengalami penguatan tipis 0,02 persen di posisi 95,31. Adapun defisit transaksi Indonesia diperkirakan melebar menjadi 2,6 persen.
Ahli strategi pasar IG Asia Pte di Singapura Jingyi Pan mengatakan bahwa pelemahan rupiah merupakan akibat dari sentimen buruk di seputar emerging market dan kerentanan dari kondisi domestik di Indonesia sendiri.
CAESAR AKBAR | BISNIS.COM