TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat hingga menyentuh 15.000 per dolar AS. Pelemahan rupiah terjadi di tengah-tengah kian buruknya sentimen pada aset negara berkembang dilihat dari defisit transaksi berjalan yang kian melebar.
Baca: Suku Bunga The Fed Naik, Rupiah Jeblok ke Rp 14.908 per Dolar AS
Pergerakan kurs rupiah pada Selasa, 2 Oktober 2018 sempat menyentuh Rp15.009 per dolar AS dan kembali ke Rp 14.997 per dolar AS, melemah 86,5 poin atau 0,58 persen. Posisi tersebut menjadi yang terlemah sejak krisis keuangan di Asia pada Juli 1998 silam.
Rupiah melemah hingga lebih dari 9 persen terhadap dolar AS sepanjang 2018. Sementara itu, indeks dolar AS masih mengalami penguatan tipis 0,02 persen di posisi 95,31. Adapun defisit transaksi Indonesia diperkirakan melebar menjadi 2,6 persen.
Ahli strategi pasar IG Asia Pte di Singapura Jingyi Pan mengatakan bahwa pelemahan rupiah merupakan akibat dari sentimen buruk di seputar emerging market dan kerentanan dari kondisi domestik di Indonesia sendiri.
Baca Juga:
Mata uang Garuda melorot meskipun Bank Indonesia (BI) sudah melakukan intervensi di pasar finansial dan meningkatkan suku bunga hingga lima kali sejak Mei untuk menurunkan aksi jual. Sentimen pada rupiah sebagai aset kian memburuk karena defisit transaksi berjalan Indonesia yang terus melebar membuat Indonesia dinilai lebih rentan pada kekacauan finansial global seperti yang sebelumnya sudah terjadi di Turki dan Argentina.
Analis PT Monex Investindo Futures Putu Agus Pransuamitra mengungkapkan bahwa rupiah melemah saat ini akibat sentimen domestik. Selain perang dagang, AS yang sudah kembali melakukan kesepaktan dagang dengan Kanada dan Meksiko membuat dolar AS kembali bergerak positif.
“Kemarin meningkatkan suku bunga itu lebih untuk mengimbangi kenaikan suku bunga dari AS, bukan sebagai intervensi. Pemerintah mungkin bisa mencoba mengendalikan defisit transaksi berjalan untuk membantu menopang rupiah,” ujarnya, Selasa, 2 Oktober 2018.
BISNIS