TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat pada September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,18 persen secara month to month. Meski secara umum terjadi deflasi, beberapa kelompok barang tetap mengalami kenaikan meski tipis.
Baca: Tiga Pangan Ini Sumbang Deflasi Terbesar
"Misalnya beras naik 0,29 persen. Tapi itu kecil sekali ngga sampai 1 persen, makanya tidak kami highlight, karena andil terhadap inflasinya hanya 0,01 persen," kata Kepala BPS, Suhariyanto saat mengelar rilis data di Kantor BPS, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin, 1 Oktober 2018.
Berdasarkan pantauan di 82 kota, BPS telah mengumumkan bahwa harga berbagai komoditas pada September mengalami penurunan atau terjadi deflasi sebesar 0,18 persen. Dengan terjadinya deflasi ini tercatat Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 134,07 pada Agustus 2018 menjadi 133,83 persen pada September 2018.
Dengan terjadinya deflasi, menyebabkan inflasi tahun kalender atau year to date tercatat 1,94 persen, sementara inflasi dari tahun ke tahun atau year on year 2,88 persen. Adapun pada Agustus 2018 kemarin, BPS juga mencatat terjadi deflasi sebesar 0,05 persen.
Meski demikian, Suhariyanto menjelaskan kenaikan harga beras pada September 2018 berbeda dengan kenaikan harga beras pada tahun lalu. Menurut dia, pada tahun lalu kenaikan harga beras di tingkat eceran karena keberadaan stok di Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) yang cenderung minim.
"Tahun lalu, cadangan beras di Bulog cenderung tidak aman, sekitar 900 ribu ton. Sekarang cadangan di Bulog relatif aman total ada sekitar 2,4 juta ton. Situasinya sangat berbeda," tutur Suhariyanto.
Karena itu, Suhariyanto yakin harga beras akan terus stabil meski sekarang telah memasuki masa tanam dan telah memasuki masa kemarau. Sebab, kata dia, harga beras yang stabil tidak hanya dipengaruhi oleh pasokan dan hasil produksi tetapi juga keberadaan stok yang ada dan distribusi yang dilakukan.
Simak berita tentang Deflasi hanya di Tempo.co