TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Pertambangan dan Energi, Subroto, mengingatkan ada tiga tantangan yang harus dihadapi Indonesia saat memasuki revolusi energi 3.0. "Kita sekarang sudah berada di revolusi energi 3.0, kata kuncinya adalah zero emission," ujarnya dalam Malam Penganugerahan Penghargaan Subroto yang diselenggarakan di Ballroom Jakarta Theater, Jumat malam, 28 September 2018.
Baca: Banggar Setuju Subsidi Energi di RAPBN 2019 Naik jadi Rp 157,79 T
Subroto yang menjabat sebagai menteri pertambangan dan energi pada 1978-1988, menjelaskan, penerapan emisi nol atau zero emission menjadi inti dari Revolusi Energi 3.0 dengan tujuan akhir mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. "Tantangan dari putra-putri di ESDM adalah bagaimana mengembangkan elektrifikasi, energi baru terbarukan dan konservasi energi," katanya.
Mantan menteri yang sudah menginjakkan usia 95 tahun tersebut memaparkan bahwa seperti halnya dengan revolusi industri 4.0, Indonesia pun akan memasuki era revolusi energi 3.0.
Subroto menjelaskan, pada revolusi energi 1.0, katanya, minyak dan gas bumi masih menjadi penghasil devisa terbesar bagi perekonomian Indonesia, terutama pada masa Orde Baru. Indonesia juga tumbuh 7 persen selama lebih dari 10 tahun lamanya.
Namun setelah itu, harga minyak dan gas bumi yang sempat anjlok hingga US$ 24 per barel dan sektor ini tidak lagi menjadi andalan dan memberi pendapatan terbesar untuk Negara. Saat ini, Indonesia berada dalam revolusi energi 2.0 dengan energi fosil berasal dari batu bara, sedangkan minyak dan gas bumi tidak lagi menjadi primadona.
Lambat laun, menurut Subroto, Indonesia akan beralih pada energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan dan memiliki emisi nol. Ini bagian dari komitmen Indonesia untuk menghindari pemanasan global dan kenaikan suhu bumi sampai 2 derajat celsius.
Baca: Pendapatan Migas Negara Diperkirakan Cukup Penuhi Subsidi Energi
Subroto menyebutkan ada tiga hal yang harus dicapai dan menjadi tantangan pelaku energi untuk mencapai emisi nol tersebut, yakni elektrifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi. "Listrik tidak lagi menimbulkan CO2. Kemudian diversifikasi dilakukan dengan penggunaan energi baru terbarukan dan yang tidak kalah pentingnya adalah konservasi melalui penggunaan energi yang lebih efisien," ucapnya.
ANTARA