TEMP.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI mencatat berdasarkan survei pemantauan harga (SPH) sampai minggu keempat di bulan September 2018, telah terjadi deflasi sebesar 0,06 persen secara month to month dan 3,02 persen secara year on year. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan deflasi tersebut menunjukkan bahwa inflasi diperkirakan bakal rendah dan stabil hingga akhir tahun.
Baca: Tiga Pangan Ini Sumbang Deflasi Terbesar
"Hal ini mengkonfirmasi penjelasan kami bahwa akhir tahun ini probabilitas inflasi akan di bawah titik tengah sasaran kami, 3,5 persen plus minus tahun akhir tahun," kata Perry ditemui usai menjalankan salat Jumat di area Gedung Bank Indonesia, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat, 28 September 2018.
Sebelumnya, pada Jumat pekan lalu, 21 September 2018, Perry Warjiyo juga telah menyampaikan bahwa dari survei pemantauan harga sampai minggu kedua bulan September diperkirakan terjadi deflasi 0,04 persen month to month dan 3,03 persen secara year on year.
Adapun, Badan Pusat Statistik atau BPS juga mencatat pada Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen. Angka deflasi ini menyebabkan tahun kalender atau year to date tercatat 2,13 persen, sementara inflasi dari tahun ke tahun atau year on year 3,20 persen.
Perry melanjutkan, deflasi terjadi karena harga beberapa komoditas pangan yang terjadi penurunan. Misalnya seperti harga komoditas bawang merah, cabai merah dan telor ayam yang terus menurun.
Kemudian, kata Perry, deflasi juga terjadi karena terkoreksinya harga tiket akomodasi angkutan udara. "Kan dulu tingginya tarif angkutan udara terjadi karena momentum lebaran, sekarang ada koreksi pada tarif itu," kata Perry.
Perry juga menjelaskan, bahwa deflasi juga mengkonfirmasi bahwa tekanan inflasi dari permintaan tetap rendah. Artinya, meski permintaan dalam negeri cenderung naik tapi tekanan inflasi masih tetap rendah. Selain itu, lanjut Perry, deflasi juga mengkonfirmasi bahwa dampak rambatan dari pelemahan nilai tukar tidak merembet kepada inflasi.