TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan arus modal asing sudah mulai kembali lagi ke negara-negara berkembang atau emerging market. Sebelumnya dana asing mengalir ke Amerika Serikat.
"Dalam beberapa waktu terakhir investor global keluar dulu dari emerging market, tapi enggak bisa terus-terusan, sekarang mulai berinvestasi lagi di emerging market," ujar Perry di Gedung Bank Indonesia, Kamis, 27 September 2018.
Perry melihat investor mulai masuk kembali ke negara-negara emerging, salah satunya Indonesia. Hal tersebut, tampak dari tingginya minat para investor asing terhadap lelang Surat Berharga Negara. "Perkembangannya sangat dinamis," kata dia. "Kami melihat investor global mulai melakukan diferensiasi terhadap negara dengan kebijakan yang responsif dan prudent."
Menurut Perry, saat ini pertumbuhan ekonomi global semakin tidak merata dan disertai ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi. Ekonomi AS diperkirakan tetap kuat didukung akselerasi konsumsi dan investasi serta dibarengi tekanan inflasi yang tetap tinggi.
Belum lagi, The Fed menaikkan suku bunga kebijakan Fed Fund Rate sebesar 25 bps sebagai bagian dari proses normalisasi kebijakan moneter. "Sementara itu, pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market dan Eropa diperkirakan lebih rendah dari prakiraan," kata Perry.
Ekonomi Jepang dan Cina, menurut Perry, bahkan cenderung menurun. Ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi global tersebut tidak terlepas dari ketegangan perdagangan antara AS dengan sejumlah negara lain. "Tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global juga mendorong para investor menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS."
Berbagai perkembangan tersebut, menurut Perry, pada gilirannya mengakibatkan dolar AS terus menguat yang kemudian mendorong aliran modal keluar dari negara-negara emerging market. Pada akhirnya kondisi tersebut menekan banyak mata uang negara berkembang. "Kami akan memantau seberapa jauh stimulus fiskal AS bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di sana," ujar Perry.
Selain itu, Perry berujar BI bakal terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal. defisit transaksi berjalan adalah salah satu faktor yang akan dicermati BI ke depannya, selain nilai tukar, stabilitas sistem keuangan hingga inflasi.
"Kami mencermati perkembangan perekonomian untuk menempuh langkah lanjutan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujar Perry.