TEMPO.CO, Yogyakarta -Kementerian Keuangan atau Kemenkeu menyatakan pemerintah telah menerbitkan sukuk negara atau Surat Berharga Syariah Negara atau SBSN total sebesar Rp 938 triliun, ketika usia kebijakan sukuk tahun ini mencapai satu dasawarsa.
BACA: Sukuk Negara Biayai 14 Proyek Kereta Api Rp 7,1 Triliun
Usia kebijakan sukuk pada November 2018 sudah menginjak tahun ke 10 terhitung sejak tahun 2008 atau setelah disahkannya Undang-Undang No.19 Tahun 2008 pada 7 Mei 2008. Sejak itu, pemerintah mulai menerbitkan SBSN sebagai upaya diversifikasi sumber pembiayaan APBN.
“Sejak 2008 hingga 2018 ini, kontribusi keuangan syariah negara melalui sukuk itu Rp 938 triliun atau masih 19 persennya dibandingkan perbankan konvensional,” ujar Kepala Subdirektorat Pengelolaan Transaksi Surat Berharga Syariah Negara Kementerian Keuangan Langgeng Basuki saat Simposium Kekuatan Ekonomi Syariah yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Kamis 27 September 2018.
BACA: Penjualan Sukuk Retail Ditargetkan Raup Rp 30 Triliun
Langgeng menuturkan, seperti hanya obligasi, sukuk negara memiliki masa jatuh tempo. Dari total Rp 938 triliun sukuk yang diterbitkan itu, ada sebanyak Rp 645 triliun sukuk yang masih beredar atau belum jatuh tempo.
Dari jumlah SBSN itu, ada 11 kementerian lembaga yang ikut memanfaatkannya untuk membiayai proyek di instansi masing-masing dengan nilai sekitar Rp 62 triliun.
Langgeng menuturkan, peran SBSN ini cukup krusial dalam membantu pembiayaan operasional negara meski kontribusinya belum terlalu besar selama satu dasawarsa terakhir.
Ia merujuk pada postur APBN saat ini di mana tanpa adanya support pembiayaan dalam negeri, maka Indonesia bakal lebih terikat pada pinjaman luar negeri yang sifatnya lebih mencekik.
Langgeng menggambarkan, saat ini pendapatan negara hanya Rp 1.894 triliun sedangkan kebutuhan yang harus dipenuhi melalui berbagai kegiatan sebesar Rp 2.220 triliun. Ada gap negatif atau defisit sekitar Rp 300 triliun yang harus ditutup dengan jalan pembiayaan.
Pembiayaan untuk operasional negara itu sendiri bisa melalui Surat Berharga Negara (SBN) , pinjaman dalam negeri dan luar negeri.
Kebijakan SBN sendiri yang sudah mulai muncul tahun 2002, ujar Langgeng, telah menjadi instrument pembiayaan yang sangat fleksibel untuk menopang defisit APBN dan mengurangi ketergantungan hutang luar negeri.
“Meskipun SBSN baru jalan 6 tahun setelah pembiayaan melalui SBN diterapkan, namun kontribusinya yang mencapai 19 persen selama satu dasawarsa ini dalam membiayai kebutuhan operasional dalam negeri patut diapresiasi,” ujarnya.
Direktur Pengelolaan Media Direktorat Jenderal Informasi Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Meiningsih menuturkan forum ini digelar untuk memberikan pemahaman Ekonomi Syariah sekaligus menyambut Annual Meeting IMF-World Bank 2018, yang akan berlangsung di Bali pada 8-14 Oktober 2018 mendatang. Dalam forum tersebut sekitar 15 ribu orang dari 189 negara akan hadir termasuk para investor. “Salah satu materi yang dibahas dalam annual meeting tersebut tentang ekonomi syariah,” ujarnya.
Baca berita tentang sukuk lainnya di Tempo.co.