TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mengancam akan menerapkan denda kepada Badan Usaha (BU) Bahan Bakar Nabati (BBN) dan BU Bahan Bakar Minyak (BBM), maupun pihak lainnya jika terbukti menghambat penyaluran Biodiesel 20 persen (B20).
Baca: Mobil Toyota Siap dan Aman Menggunakan Biodiesel B20, Asal..
Menko Perekonomian, Darmin Nasution, memastikan pihaknya selalu mengevaluasi secara berkala penerapan kebijakan tersebut sejak awal penerapannya. "Kita percepat (realisasi kebijakan) dendanya supaya tidak dianggap mudah terus," kata Darmin di Jakarta, Rabu 26 September 2018.
Menurut dia, pasokan bahan baku pembuatan B-20, yakni Fatty Acid Methyl Esters (FAME) kepada distributor seperti PT Pertamina (persero), masih minim. "Maksimum dalam dua pekan ini, kami akan memutuskan, siapa yang akan kena denda, (apakah) BU BBM atau BU BBN yang kelapa sawit," ucapnya.
Pemerintah mengawasi perluasan penggunaan B-20 secara ketat. Mekanisme denda pun direncanakan lewat Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, yang terbit pada akhir bulan lalu.
Denda sebesar Rp 6 ribu per liter volume BBN jenis Biodiesel akan menjadi hantaman untuk badan usaha yang tak menjalankan mandatori pencampuran BBN dan solar. Pencabutan izin bisa dilakukan usai tiga kali upaya peringatan. Peninjauan juga dilakoni Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian melalui silent audit terhadap penyedia BBM public service obligation (PSO), sektor transportasi non PSO, pertambangan, hingga ketenagalistrikan.
Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur Pertamina, Gandhi Sriwidodo, memaparkan lemahnya pasokan bahan baku B20 saat bertemu Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin. Pengiriman FAME ke Pertamina kata dia, baru mencapai 62 persen dari jumlah yang ditargetkan pada bulan ini.
"Realisasi penerimaan itu baru 224,6 ribu kiloliter (KL), ada sekitar 100 ribuan KL belum kami terima," ucapnya.
Pada 17 hari pertama sejak hari pertama perluasan B20, hanya 135 ribu KL FAME yang diterima Pertamina, jauh dari rencana 359.734 KL. Pasokan FAME ke beberapa terminal BBM (TBBM) Pertamina di sejumlah kawasan seperti Kupang, Tanjung Uban, Bau-Bau, dan Makssar pun dinilai lamban.
"Ya, tapi paling masalah kapal pengangkut atau cuaca, lalu terkait masa produksi (FAME)," katanya.
Gandhi sempat mengusulkan agar FAME untuk PSO dan non-PSO dipasok oleh satu pihak saja. "Bisa mempermudah administrasi dan operasional penimbunan, pencampuran, dan penyaluran FAME di lokasi Pertamina," kata dia.
Perlu diketahui bahwa Pertamina memiliki 60 TBBM penerima stok FAME. Sebanyak 45 unit diantaranya dipasok langsung dari TBBM utama yang berada di tujuh lokasi strategis.
Adapun Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan, mengatakan penyaluran biodiesel terkesan lamban akibat masa transisi kebijakan. Pemasok bahan baku, kata dia, masih harus menyesuaikan segala aspek distribusi, seperti kapal dan rute pengiriman.
"Permasalahan tiap wilayah berbeda, tapi kami harap bisa optimal," katanya kepada Tempo.