TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengklaim pemerintah berupaya agar ekonomi Indonesia tumbuh berkualitas, inklusif dan berkeadilan untuk seluruh lapisan masyarakat.
Baca: Darmin Nasution Sebut Rupiah Loyo Karena Krisis
Darmin menjelaskan tahun lalu pemerintah telah mencanangkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi yang bertumpu kepada tiga pilar besar, yaitu penyediaan lahan, penyediaan kesempatan berusaha, dan peningkatan keterampilan.
“Salah satunya dilaksanakan melalui program Reforma Agraria. Program ini bukan sekadar bagi-bagi tanah. Kita tidak hanya memberikan hak milik atas lahan kepada petani, tetapi juga sekaligus memberikan akses permodalan, pasar, serta keterampilan yang diperlukan,” terang Darmin melalui keterangan resmi saat memberikan sambutan dalam acara Global Land Forum (GLF) 2018 di Bandung, Senin 24 September 2018.
Darmin menjelaskan penggarap atau petani akan mendapatkan dukungan, baik melalui Dana Desa atau sumber lainnya. Dukungan tersebut mulai dari penyediaan alat produksi pertanian, bibit unggul, dan penyediaan fasilitas pasca panen seperti pengering ataupun gudang.
“Di samping itu, mereka akan mendapatkan fasilitas penyediaan Kredit Usaha Rakyat dan mendapatkan jaminan pemasaran untuk hasil produksinya. Kita akan menugaskan BUMN dan perusahaan besar untuk menjadi avalis dan offtaker serta memberikan pendampingan,” tegasnya.
Sesuai dengan arahan Presiden, kata Darmin, untuk meningkatkan skala ekonomi, pemanfaatan tanah obyek reforma agraria harus dilaksakanan melalui sistem klaster.
Artinya, lahan dikelola secara berkelompok dengan satu jenis komoditas unggulan tertentu, misalnya sengon dan jagung. Dengan demikian usaha tani tersebut memiliki daya saing dan mencapai skala ekonomi, serta produktivitas yang cukup.
“Satu klaster bisa saja terdiri dari dua atau tiga desa, tergantung dari luas lahan yang ada serta jumlah petani yang tinggal di desa-desa tersebut. Dengan sistem klaster, kita akan mendorong terciptanya transformasi ekonomi desa dari ekonomi yang subsisten ke komersial,” ujarnya.
Darmin memaparkan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden No.8/2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perijinan serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Dengan adanya aturan tersebut, pemerintah menginginkan evaluasi menyeluruh atas kinerja perkebunan kelapa sawit. Pemerintah meminta adanya upaya-upaya terobosan untuk memberikan kepastian hukum lahan kebun sawit rakyat, terutama yang terlanjur berada di dalam kawasan hutan.
Selain itu, pemerintah juga ingin memberi kepastian bagi petani untuk mendapatkan alokasi 20% dari lahan perkebunan yang dikelola oleh perusahaan besar.
Kemudian melalui Peraturan Presiden No.88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, pemerintah pun akan menertibkan penguasaan oleh masyarakat atas lahan yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan.
“Kita akan mengamankan kawasan konservasi secara utuh, namun kita akan lakukan perubahan batas kawasan jika memang lahan tersebut tidak lagi merupakan hutan produktif dan layak untuk digarap petani. Kita akan jadikan lahan tersebut menjadi Tanah Obyek Reforma Agraria,” ujar Darmin.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019 telah menetapkan target Reforma Agraria seluas 9 juta hektar, yang terdiri dari legalisasi aset seluas 4,5 juta hektar dan redistribusi lahan seluas 4,5 juta hektar. RPJM juga telah menetapkan 12,7 juta hektar untuk Perhutanan Sosial.