TEMPO.CO, Bandung - Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan penandatanganan peraturan presiden mengenai reforma agraria oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan dilakukan pada pekan ini.
Baca juga: Maruf Amin: Ekonomi RI di 2024 Sudah Siap Tinggal Landas
"Dalam minggu ini sudah ditandatangani oleh Pak Presiden. Beliau sudah berjanji," ujar Moeldoko dalam pertemuan Global Land Forum Ke-8 di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Senin, 24 September 2018.
Ia berharap dengan penandatanganan Perpres Reforma Agraria bisa mewujudkan keadilan dalam penguasaan tanah serta pemanfaatannya.
Perpres itu, kata dia, akan bermanfaat sebagai landasan hukum atas kebijakan pemberian lahan beserta sertifikatnya ke masyarakat. Perpres juga akan mempercepat target reforma agraria dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) selama periode 2015-2019.
Dalam RPJMN, pemerintah menargetkan memberikan sertifikat tanah tujuh juta lembar sertifikat pada 2018 dan meningkat menjadi sembilan juta lembar sertifikat pada 2019.
"Rencana pembangunan jangka menengah nasional 2015-2019 telah menetapkan reforma agraria sembilan juta hektare yang kita terjemahkan legalisasi aset 4,5 hektare dan redistribusi lahan 4,5 juta hektare," kata dia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan ada tiga fokus agenda besar dalam Perpres Reforma agraria, yakni soal legalisasi lahan yang diawali oleh proses sertifikasi.
Setelah proses sertifikasi masyarakat bisa mengoptimalkan pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan mereka. Selain itu, kata dia, soal redistribusi lahan. Pemerintah memiliki skema subbagian. Lahan yang sudah habis hak guna usaha (HGU) yang tidak diperpanjang akan diidentifikasi bersama lahan milik perorangan maupun perusahaan yang belum jelas legalitasnya.
"Redistribusi lahan terdiri dari beberapa pilar-pilar pertama transmigrasi tapi bukan model lama. Kita ingin dari awal bukan sebatas membagi lahan tapi pendampingan sehingga mereka enggak perlu waktu panjang untuk melakukan hal terbaik," kata dia.
Masalah lain yang akan diatur adalah bagaimana perusahaan kelapa sawit yang belum menyerahkan 20 persen lahannya untuk para petani. Pemerintah akan mengidentifikasi lahan-lahan sawit yang ada di Indonesia. Apabila belum menyerahkan 20 persen lahannya untuk petani, maka pemerintah akan memberikan sanksi.
"Kita akan inventarisir perusahaan-perusahaan sawit. Kita akan cek apakah sudah memberikan lahan 20 persen atau belum, sehingga kalau belum diserahkan bisa ada denda," katanya.
Ia juga mengatakan tentang perihal perhutanan sosial yang merupakan pembagian hak kepada masyarakat.
Pemerintah akan memberikan pengelolaannya selama 35 lima tahun dengan evaluasi setiap lima tahun.
"Kami ingin pengelolaan dapat dimanfaatkan dengan baik dan hasilnya bisa produktif demi kesejahteraan petani," katanya.
Pada tahun ini baru ada 1,9 juta hektare yang dibagikan. Pada 2019 pemerintahan Jokowi menaikkan target menjadi tiga juta hektare.
ANTARA