TEMPO.CO, Jakarta - Komisi persaingan usaha Singapura menjatuhkan denda $ 13 juta, yang setara dengan US$ 9,5 juta, kepada Grab dan Uber terkait merger bisnis kedua perusahaan di negara itu. Jika dikonversi ke rupiah, nilainya setara dengan Rp141,24 miliar dengan kurs 1 dolar Singapura sebesar Rp 10.865,25.
BACA: Ratusan Ojek Grab Demo, Tiga Tuntutannya Bernama Trisula Garda
Seperti dilansir oleh Reuters, Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS) memberikan denda $ 6,6 juta kepada Uber. Sedangkan Grab dijatuhi denda $ 6,4 juta. Grab juga diminta menghapus perjanjian kerja eksklusifnya dengan para pengemudi, termasuk pengemudi taksi.
Grab resmi mengakuisisi bisnis Uber di Asia Tenggara pada akhir Maret 2018. Sebagai gantinya, Uber mendapatkan saham sebesar 27,5 persen di entitas gabungan kedua perusahaan.
Namun, aksi korporasi itu dinilai menggerus kompetisi di sektor transportasi di Asia Tenggara. Sebelumnya, Komisi Persaingan Usaha menilai kedua perusahaan itu tetap melanjutkan transaksi bisnisnya meski tahu bila aksi itu berpotensi mengurangi kompetisi di Singapura.
Selain Singapura, merger itu juga menuai perhatian dari komisi persaingan usaha di sejumlah negara Asean lainnya seperti Filipina dan Malaysia. Sebelum melepas bisnisnya di Asia Tenggara, Uber sudah lebih dulu melego lini usahanya di China kepada Didi Chuxing pada 2016. Langkah itu memungkinkan perusahaan asal AS ini untuk bisa membenahi laporan keuangannya sebelum go public pada 2019.
Uber telah membakar uang sebanyak US$10,7 miliar sejak berdiri pada 2009. Hingga Maret 2018, Grab mendominasi layanan transportasi online di negara-negara Asean, dengan valuasi mencapai US$6 miliar. Aplikasi itu telah diunduh setidaknya sebanyak 86 juta kali dan tersedia di 191 kota di Singapura, Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja.
BACA: Ojek Online Bakal Demo Besok, Grab: Pengemudi yang Rugi
Saham Grab dan Uber turut dimiliki oleh SoftBank Group Corp. SoftBank berupaya mengedepankan konsolidasi di bisnis transportasi online Asia Tenggara, yang nilainya diproyeksi mencapai US$20,1 miliar pada 2025.
BISNIS