TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia atau BI, Perry Warjiyo memperkirakan sepanjang bulan September 2018 bakal terjadi deflasi. Deflasi ini, kata Perry, mengikuti deflasi yang telah terjadi pada Agustus 2018.
Simak: Bunga Acuan Bank Indonesia Diprediksi Naik Dua Kali
"Dari survei pemantauan harga sampai minggu kedua bulan September diperkirakan bulan ini masih deflasi 0,04 persen month to month dan 3,03 persen secara year on year," kata Perry ditemui usai menjalankan salat Jumat di area Gedung Bank Indonesia, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat, 21 September 2018.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat pada Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen. Angka deflasi ini menyebabkan tahun kalender atau year to date tercatat 2,13 persen, sementara inflasi dari tahun ke tahun atau year on year 3,20 persen.
Menurut BPS, deflasi terjadi karena adanya penurunan harga beberapa indeks kelompok pengeluaran yaitu bahan makanan sebesar 1,10 persen, kelompok sandang sebesar 0,07 persen dan transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,15 persen.
Perry menjelaskan, faktor penyebab terjadinya deflasi adalah adanya kecenderungan harga bahan makanan yang masih menurun. Terutama untuk bahan makanan jenis daging, ayam dan telor yang masih turun serta harga beras juga masih stabil. Selain itu, dari sisi kebijakan penyediaan pasokan dan distribusi yang terus berjalan baik juga ikut mempengaruhi prediksi deflasi bulan ini.
"Kondisi ini semakin menyakini bahwa target inflasi tahun ini 3,5 persen plus minus 1 persen akan tercapai, bahkan kecenderungan akan lebih rendah dari titik tengahnya," kata Perry.
Bank Indonesia mencatat deflasi terjadi juga dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang bakal tetap terjaga. Baik ditingkat, konsumen, produsen maupun di pasar keuangan.
Hal ini, lanjut Perry, karena kebijakan dari segi moneter dan fiskal maupun yang lain dalam mengendalikan permintaan tetap berjalan secara baik. Sehingga ekspektasi inflasi bisa terus terjaga stabil.