TEMPO.CO, Jakarta - PT Danareksa (Persero) memprediksi ekonomi Indonesia pada akhir tahun ini akan tumbuh antara 5,2-5,3 persen. Namun, pertumbuhan tersebut akan sedikit terkontraksi pada tahun 2019 sebesar 5,1-5,2 persen, sebelum kemudian kembali naik antara 5,3-5,4 persen pada 2020.
Baca: Target Pertumbuhan 5,3 Persen, Infrastruktur Harus Cooling Down
Motor pertumbuhan ekonomi masih akan didorong konsumsi rumah tangga, peningkatan investasi, dan ekspor. Adapun data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pertumbuhan ekonomi pada semester I tahun 2018 sebesar 5,17 persen ditopang peningkatan investasi dan ekspor.
Head of Economic Research Danareksa Research Institute Damhuri Nasution mengatakan angka pertumbuhan tersebut masih lebih baik dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 di level 5,07 persen. Beberapa pertimbangan pertumbuhan ekonomi tahun ini dan 2019 di antaranya ekspor dan investasi yang diproyeksi masih tumbuh bagus, sejalan dengan ekspansi ekonomi dunia.
"Konsumsi rumah tangga pun diproyeksi tumbuh relatif stabil atau sedikit membaik,” kata Damhuri, dalam Economic & Market Outlook, dengan tema Perkembangan dan Prospek Makro Ekonomi serta Pasar Modal 2018 – 2019, Rabu, 19 September 2018.
Damhuri mengatakan, investasi diperkirakan tumbuh baik sejalan dengan pembangunan infrastruktur, peningkatan rating, dan perbaikan iklim investasi. Adapun konsumsi pemerintah juga diproyeksikan relatif stabil seiring dengan upaya menyehatkan APBN.
Terkait dengan rupiah, Damhuri menegaskan bahwa nilai tukar rupiah saat ini masih mungkin bergejolak akibat normalisasi kebijakan moneter dan ekspansi fiskal Amerika Serikat (AS), kekhawatiran atas perang dagang AS-China, dan kenaikan harga minyak dunia karena geopolitik, yang dapat memperlebar Current Account Deficit (CAD).
Sementara itu, suku bunga acuan Bank Indonesia, BI-7-Day Repo Rate dinilai berpotensi kembali dinaikkan menjadi 5,75 - 6 persen pada tahun ini dan 5,5 – 6 persen pada tahun depan. “Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan di bawah nilai fundamentalnya karena faktor eksternal, tapi tekanan tersebut akan mulai mereda pada tahun 2019 dan 2020,” ucap Damhuri.
Menurut Damhuri, kebijakan moneter global masih cenderung ketat pada tahun depan dan mulai longgar pada tahun 2020, karena diperkirakan tekanan inflasi mereda dan pertumbuhan ekonomi mengalami moderasi. Hal ini didasari dengan prediksi kenaikan suku bunga acuan AS, Fed Funds Rate (FFR) dua kali tahun 2019 yang berarti tidak seagresif tahun 2018, maka volatilitas pasar keuangan akan sedikit mereda.
Baca: Perusahaan di KTI yang Berorientasi Ekspor Diberi Insentif Fiskal
Selain menyoal pertumbuhan ekonomi, Damhuri juga menilai upaya yang sudah dilakukan BI merupakan langkah tepat dalam meredam depresiasi rupiah, di antaranya menaikkan BI 7-Day (sudah 125 basis poin) yang diikuti kenaikan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN), sehingga investasi di SUN mulai menarik kembali. Selain itu, BI juga melakukan dual intervention atau intervensi ganda demi menjaga volatilitas rupiah dan likuiditas dan sekaligus stabilisasi pasar SUN.
BISNIS