TEMPO.CO, BANDUNG - Perusahaan asing mendominasi jumlah pembuatan hak paten atau kekayaan intelektual di Indonesia. Dari sekitar 14 ribu pengajuan per tahun, hanya 15 persen dari dalam negeri seperti pada 2017. "Sebelumnya dari lokal hanya sekitar 10 persen," kata Direktur Paten Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Dede Mia Yusanti di Bandung, Selasa 18 September 2018.
Baca: Pelaku Startup Minta Penerbitan Hak Paten
Menurutnya, perusahaan asing yang mendaftarkan paten di Indonesia sangat beragam produknya seperti obat-obatan hingga telepon seluler. Alasan pengajuan paten yaitu untuk melindungi produknya dari upaya penyalahgunaan pihak lain seperti ditiru atau dipalsukan.
"Ketika mereka menjual produknya di sini patennya harus dilindungi," ujarnya di sela acara ITB-CEO Net & Entrepreneurship Festival seperti yang berlangsung di Aula Barat dan Timur, Selasa, 18 September 2018.
Dede mengatakan, hak atas kekayaan intelektual menjadi keharusan di era perdagangan bebas sekarang. Selain paten, perlindungan merk usaha juga penting. Dia menyebut kasus gugatan terhadap sebuah restoran terkenal karena namanya sama dengan merk yang telah didaftarkan ke pemerintah. "Akhirnya mediasi, saya dengar sekian miliar hasil negosiasinya," ujar dia.
Dibandingkan pengajuan paten, produk lokal Indonesia lebih banyak yang mendaftarkan merk. Jumlahnya mencapai sekitar 300 merk per hari. Pemeriksaan merk tergolong lebih mudah karena tinggal membandingkan dengan merk yang telah terdaftar di pemerintah. "Kalau paten harus dibandingkan dengan produk sejenis yang ada di seluruh dunia," kata Dede.
Pengurusan paten ujarnya, dilakukan perusahaan di tiap negara tempat penjualan produknya. Meskipun pengajuannya ke lembaga paten internasional, sertifikatnya tetap harus diperoleh di tiap negara. "Tidak ada istilah paten internasional, hak atas kekayaan intelektual hanya dilindungi di tempat ia mendaftar," katanya.
Masih sedikitnya produk dan inovasi dalam negeri yang mengajukan paten, menurut Dede, karena banyak pihak yang belum paham soal manfaat paten. Cerita sukses soal hak paten juga belum banyak sehingga sedikit yang tahu.
Beberapa perusahaan start up peserta acara ITB-CEO Net & Entrepreneurship Festival mengaku tengah mendaftarkan hak paten karya dan inovasinya. Selama masa tunggu itu, mereka tidak bisa mengungkapkan secara gamblang produk inovasinya ke klien. "Kalau bakteri apa yang dipakai, itu masih rahasia karena patennya sedang diurus," kata Jayen Aris Kriswantoro. Dia salah seorang peneliti kopi fermentasi.
Berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 2016 tentang paten, pengurusan untuk perlindungan merk misalnya dari semula 14 bulan menjadi 9 bulan. Sementara pengurusan paten dari 36 bulan, waktunya dipangkas menjadi 30 bulan. Adapun untuk paten yang sederhana, waktunya dari semula dua tahun menjadi setahun.