TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali anjlok, Selasa, 18 September 2018. Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, kurs menyentuh level Rp 14.908 per dolar Amerika Serikat.
Baca juga: Defisit Perdagangan Turun BI: Tekanan Rupiah Mestinya Membaik
Angka tersebut menunjukkan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan sebanyak 49 poin ketimbang Senin, 17 September 2018, yakni Rp 14.859 per dolar AS. Sedangkan berdasarkan RTI Business pukul 11.14 WIB, kurs mencapai level Rp 14.921 per dolar AS.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo optimistis tekanan terhadap nilai rupiah membaik seiring dengan berkurangnya defisit neraca perdagangan pada Agustus 2018. "Dengan angka ini semestinya tekanan kepada rupiah membaik bila membandingkan dengan bulan lalu, kecuali estimasi pasar lebih rendah defisitnya," ujar Dody di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 17 September 2018.
Badan Pusat Statistik sebelumnya mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2018 mengalami defisit US$ 1,02 miliar. Angka defisit bulan ini lebih kecil jika dibandingkan dengan bulan lalu, yakni sebesar US$ 2,01 miliar. Defisit neraca perdagangan tersebut dipicu oleh defisit sektor migas US$ 1,66 miliar, sementara sektor nonmigas surplus US$ 0,64 miliar.
Dody menilai kebijakan-kebijakan terkait dengan impor yang diambil pemerintah beberapa waktu terakhir ini sebenarnya telah terlihat dampaknya. Dampak tersebut tecermin dari membaiknya defisit neraca perdagangan.
Hanya, dampak itu baru bisa terlihat secara bertahap lantaran kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, seperti menaikkan tarif pajak penghasilan impor, penerapan biodiesel B20, sampai penundaan proyek-proyek infrastruktur, merupakan kebijakan periode menengah panjang.
Selain mengurangi impor, Dody mengatakan pemerintah masih memiliki kebijakan untuk mendongkrak ekspor, yang bisa berdampak pada stabilitas nilai tukar rupiah. "Harusnya dengan rupiah yang terdepresiasi bisa jadi faktor untuk kompetitif dari segi ekspor," katanya.