TEMPO.CO, BANDUNG - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) diprediksi kembali menggeliat karena pasar ekspor dan kebutuhan domestik tumbuh. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pemerintah mengajak pengusaha tekstil dan produk tekstil untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Baca juga: Menteri Perdagangan: PPh Barang Impor Naik Tak Langgar Aturan WTO
Alasannya ada peluang usaha untuk mengisi kebutuhan domestik yang besar tapi belum bisa dipenuhi produsen. Alih-alih menggarap pasar domestik, pengusaha memilih ekspor karena adanya peluang baru akibat perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina. "Generasi baru kita dorong untuk ekspansi usaha," kata Enggar di Bandung, Jumat sore, 14 September 2018.
Dia mengatakan kondisi usaha tekstil Indonesia kini tengah maju. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang mengalami penurunan. "Pertumbuhan Indonesia luar biasa, sekarang bukan sunset lagi tapi growing," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Barat (API Jabar) Ade Sudrajat mengatakan,
permintaan global meningkatkan ekspor tekstil dan produk tekstil naik lima persen pada 2017 kemudian naik lagi delapan persen pada 2018. "Sebelumnya tidak meningkat," kata dia. Target mulai sekarang yaitu memenuhi kebutuhan domestik hingga seratus persen dan nilai ekspor mencapai US$ 30 miliar.
Sekarang kata Ade, angka kebutuhan tekstil per kapita naik dua kilogram dari 4,5 menjadi 6,5 kilogram. Namun di pasar domestik ini baru memenuhi 60 juta orang Indonesia, selebihnya masih diimpor.
Sementara itu, akses pasar tekstil dan produk tekstil saat ini masih tergantung pada pasar tradisional yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa. "Mulai 2020 kita dorong ekspor dengan tenaga kerja puluhan juta orang dan tekstilnya dirancang lebih kreatif dan inovatif," kata Ade.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Bidang Perdagangan Luar Negeri Anne Patricia Sutanto mengatakan pendapatan usaha industri tekstil dan produk tekstil Indonesia kini baru sebesar US$13 miliar. Lewat roadmap yang kini tengah disempurnakan, target pendapatan pada 2025-2035 dipatok US$30-50 miliar. "Tantangan ke depan ekspansi ke (pasar) dalam negeri. Sekarang (pengusaha) masih pada impor karena fleksibel dan murah," ujarnya di Bandung, Jumat, 14 September 2018.