TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa kejanggalan dalam proses pembangunan Bandara Kulon Progo atau New Yogyakarta International Airport (NYIA) kembali dipersoalkan. Sejumlah persoalan itu terutama permasalahan hukum dan administrasi dalam proses pengalihan status hingga pembayaran ganti rugi terhadap obyek tanah pembangunan bandara baru itu.
Baca: AP I Pastikan Lahan Bandara Kulon Progo Siap untuk Konstruksi
“Masih ada banyak spekulasi yang butuh kejelasan soal pembangunan bandara NYIA tersebut,” ujar anggota DPRD Yogyakarta Suharwanta ditemui Kamis 13 September 2018.
Suharwanta menuturkan kejanggalan dalam pembebasan lahan bandara baru yang selama ini statusnya dianggap sebagai tanah adat yakni Paku Alaman Ground, seharusnya mempertimbangkan bahwa rekonversi atau pengalihan status hak terhadap semua tanah Kasultanan (SG) ataupun tanah Kadipaten (PAG) tetap mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY atau UUK beserta peraturan perundang-undangan lain turunannya.
Pasal 32 UUK telah memberi Kasultanan dan Kadipaten status sebagai badan hukum yang merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah. “Klaim terhadap tanah Kasultanan dan Kadipaten tidak dapat didasarkan kepada peraturan perundang-undangan lain selain UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY,” ujarnya.
Apalagi kepada peraturan perundang-undangan produk kolonial yang sudah tidak berlaku lagi. “Karena bagaimana mungkin badan hukum yang baru diakui kelahirannya tahun 2012 bisa mengklaim hak berdasarkan Rijksblad yang merupakan aturan hukum zaman kolonial?” ujarnya.
Suharwanto melihat adanya ambigiutas dalam prinsip pembebasan lahan itu menjadi contoh permasalahan yang muncul pada level implementasi akibat pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) versus UU Keistimewaan. Di mana keduanya tidak dalam posisi Lex Specialist Derogat Lex Generalis.
Persoalan kedua, terkait dengan implementasi Pasal 33 UU Keistimewaan. Di mana dalam pasal itu juga menegaskan bahwa hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten didaftarkan pada lembaga pertanahan dan pendaftaran tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, Pasal 9 Perda Keistimewaan (Perdais) DIY Nomor 1 Tahun 2017 menetapkan beberapa tahapan sebelum tanah-tanah yang diklaim sebagai milik Kasultanan/Kadipaten tersebut dapat didaftarkan.
Tahapan-tahapan tersebut, yang terdiri dari inventarisasi, identifikasi, verifikasi, pemetaan, merupakan tahapan-tahapan yang harus diselenggarakan sebelum tanah-tanah SG dan PAG didaftarkan.
Dalam Perdais DIY No. 1 Tahun 2017 serta Peraturan Gubernur DIY No. 33 Tahun 2017 tahapan-tahapan itu disebut sebagai Penatausahaan. “Tapi apa tahapan-tahapan dalam Penatausahaan tersebut sudah dilaksanakan terhadap lahan bandara yang awalnya diklaim sebagai milik Kadipaten Pakualaman itu?” Suharwanto yang juga politikus dari PAN tersebut.
Suharwanta sangsi tahapan itu sudah dijalankan. Sebab dalam proses Penatausahaan dalam Perdais No. 1/2017 itu memberi ruang bagi adanya pengajuan keberatan dan sengketa. Hal itu termuat dalam Pasal 29-30 Perdais No. 1/2017.
Untuk kasus bandara Kulon Progo itu, Suharwanta menilai penetapan ganti rugi terhadap tanah yang diklaim sebagai tanah Pakualaman telah ditetapkan dulu sebelum adanya alas hak atas tanah. “Artinya belum ada bukti formal kepemilikan dari pihak yang akan menerima ganti rugi. Ini jelas melanggar ketentuan pemberian ganti rugi,” ujarnya.
Sebelumnya Presiden Direktur PT Pembangunan Perumahan Tbk. (PT PP) Lukman Hidayat mengatakan pihaknya akan mempercepat konstruksi Bandara Kulon Progo supaya tidak melebihi masa kontrak selama 376 hari. Karena waktu pengerjaan agak sempit, PT PP menggarap air side (runway) dan land side (gedung terminal) secara bersamaan.
Hingga pertengahan Juli lalu, proses konstruksi bandara itu memasuki tahap kedua. Pada April 2019, diperkirakan landasan pacu (runway) bandara tersebut sudah selesai 90 persen, sedangkan gedung terminal ditargetkan rampung 30 persen.
Baca juga: Pelaku Ekonomi Yogyakarta Dukung Pembangunan Bandara Kulon Progo
Lukman memprediksi pembangunan gedung terminal Bandara Kulon Progo kira-kira sudah selesai 30 persen (pada April 2019). "Kalau runway 90-an persen, karena komponennya ada lampu, itu belum. Masih ada beberapa pekerjaan di sisi runway, seperti saluran, run out, tapi itu sudah bisa digunakan, (pesawat) mendarat bisa, take off juga bisa," katanya pertengahan Juli lalu.