TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan risiko kredit usaha atau sektor produktif hingga akhir tahun berpotensi meningkat. Hal itu sejalan dengan nilai tukar rupiah yang cenderung masih akan bergejolak hingga tren kenaikan bunga perbankan merespon kenaikan bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate yang kini di level 5,5 persen.
Simak: Akhir 2018, AkuLaku Berikan Pinjaman Kredit Pendidikan
“Kredit konsumsi masih ditopang oleh pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga, juga relaksasi kebijakan pelonggaran loan to value (LTV) Bank Indonesia, sehingga risikonya lebih rendah dibandingkan kredit usaha,” ujarnya, kepada Tempo, Rabu 12 September 2018.
Menurut Josua, Bank Indonesia hingga akhir tahun nanti berpeluang kembali menaikkan bunga hingga 25 basis points (bps) lagi. “Jadi akan ada adjustment juga dari perbankan, dan kenaikan bunga ini tentu akan berdampak pada kualitas kredit,” katanya. Untuk tingkat rasio NPL secara keseluruhan, meskipun meningkat, dia memprediksi masih akan berada di bawah 3 persen.
Bercermin dari tren kenaikan NPL dua tahun terakhir, dia mengatakan perbankan pun tak akan terlalu ekspansif dalam menyalurkan kreditnya. “Tapi pertumbuhan kredit masih akan naik dari 8 persen tahun lalu ke 9-11 persen tahun ini, karena ekonomi juga masih tumbuh.”
Kepala Ekonom Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean berujar ketidakpastian ekonomi global yang masih akan membayangi juga akan membuat perbankan lebih selektif dan berhati-hati dalam menentukan preferensi sektor kredit usaha. “Untuk sektor yang aman contohnya logistik, transportasi, itu masih bagus,” katanya.
Sedangkan, untuk potensi kenaikan bunga acuan, dia menilai sudah tak ada cukup ruang lagi. “5,5 persen harusnya sudah cukup, karena spread (selisih) kita dengan Fed Funds Rate juga cukup jauh mereka 2 persen, jadi bedanya 3,5 persen.”
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah mengingatkan ke depan cenderung akan terjadi pengetatan likuditas perbankan. Adapun rasio pinjaman kredit terhadap simpanan (LDR) bank umum pada Juli lalu meningkat menjadi 93,11 persen dari sebelumnya 92,13 persen.
“Risiko likuiditas hingga akhir tahun diperkirakan masih akan cukup tinggi, yang dipicu oleh potensi kenaikan Fed Funds Rate, penguatan dolar AS, kekhawatiran perang dagang, hingga volatilitas pasar finansial yang masih tinggi,” ucapnya.