Direktur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Budi Satria berujar sehubungan dengan kenaikan bunga acuan yang kini sudah mencapai 125 basis poin (bps), pihaknya berupaya untuk tak meresponnya dengan agresif. “Kami memberlakukan kenaikan suku bunga kredit rata-rata hanya 25-50 bps saja, sehingga di kredit kepemilikan rumah (KPR) juga sampai saat ini belum ada peningkatan kredit bermasalah yang signifikan,” ucapnya.
Juru bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih mengatakan lembaganya secara aktif terus melakukan pengawasan kepada perbankan baik secara on site maupun off site. “Perbankan diminta untuk memitigasi risiko secara umum dan juga mencermati lebih kredit dalam perhatian khusus agar kualitas kreditnya tidak turun,” ujarnya.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Boedi Armanto berujar berdasarkan data terkini kualitas kredit industri perbankan, terjadi perbaikan dari posisi Juni ke Juli 2018. “Biasanya kalau ada pergerakan di kredit kolektibilitas 2 pengawas langsung memelototi ke bank, apa penyebab dan bagaimana memitigasinya, sehingga diharapkan terjadi perbaikan,” katanya.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Samual mencermati kenaikan kredit dalam perhatian khusus mulai terjadi mendekati pertengahan tahun ini. “Dugaannya kemungkinan karena ada tekanan kurs, ada beberapa yang besar yang punya utang dolar yang mungkin harus direstrukturisasi,” ucapnya. David mengatakan sektor kredit yang masih diwaspadai oleh perbankan karena peningkatan risikonya saat ini di antaranya adalah kredit sektor konstruksi, properti, pertambangan, hingga manufaktur.
“Untuk konstruksi beberapa bermasalah karena mungkin terlalu agresif, dan manufaktur rentan apalagi yang berbahan baku impor,” ujarnya. Ihwal dampak dari kenaikan bunga, menurut David belum tercermin pada kondisi Juni lalu. “Karena kebanyakan bank baru mulai menaikkan bunga pada Agustus dan September ini, tapi ke depan tetap perlu diwaspadai ketika transmisinya sudah mulai terasa.”