TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pemimpin Komisi Kelautan DPR kembali mempertanyakan opini disclaimer yang diperoleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2016 dan 2017. Sejumlah pertanyaan disampaikan dalam rapat pembahasan anggaran antara Komisi Kelautan DPR dan KKP serta Kementerian Pertanian (Kementan).
"KKP ini sudah dua kali disclaimer, jadi saya melihat di internal KKP ada mismanagement," kata Wakil Ketua Komisi Kelautan DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi dalam rapat di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 September 2018. "Kalau tahun depan masih disclaimer, kami sebagai mitra akan sangat malu."
Komisi Pertanian dan Kelautan DPR hari ini mengadakan rapat pembahasan anggaran bersama Kementerian Pertanian dan KKP. Dalam rapat ini, KKP hanya diwakili oleh sejumlah pemimpin, seperti Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo dan sejumlah direktur jenderal. Sementara itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman hadir lengkap bersama sejumlah dirjen di kementeriannya. Amran kemudian mewakili Susi dan menyampaikan anggaran KKP dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Wakil Ketua Komisi Kelautan DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan juga menilai banyak sekali persoalan yang dihadapi oleh KKP saat ini, seperti opini disclaimer BPK. "Tapi ini menterinya tidak hadir," kata Daniel.
Selanjutnya giliran Wakil Ketua Komisi dari Fraksi Partai Golkar Roem Kono yang mengingatkan agar para dirjen menyampaikan persoalan disclaimer ini kepada Susi yang mangkir rapat. Ia meminta KKP menggenjot pelaksanaan program di kementerian tersebut. "Jika tidak, anggaran KKP tidak akan terserap maksimal, ujung-ujungnya disclaimer lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris BPK Bahtiar Arif telah menyebutkan tiga kondisi yang menyebabkan kementerian memperoleh opini disclaimer. Kondisi pertama, kementerian atau lembaga menolak diperiksa. Kondisi kedua, ada pengauditan tapi hasil pemeriksaan tak meyakinkan BPK untuk memberikan opini wajar atau tidak. Lalu kondisi ketiga adalah laporan keuangan yang menunjukkan ketidakwajaran.
Ihwal opini ini, Susi telah menyampaikan bahwa dirinya tak habis pikir dengan hasil audit BPK tersebut. Ia pun membantah pihaknya tak kooperatif dalam proses audit itu. "Kami kooperatif. Kami datang waktu dipanggil," tuturnya, Kamis, 31 Mei 2018.
FAJAR PEBRIANTO I BISNIS