TEMPO.CO, Jakarta - Konglomerat Theodore Permadi Rachmat alias TP Rachmat menilai upaya pemerintah menstabilkan perekonomian tanah air akibat melemahnya nilai tukar rupiah sudah tepat.
Baca juga: Rupiah Jeblok Konglomerat Theodore P Rachmat Enggak Usah Pusing
"Sudah benar. Kamu harus lihat inflasi. Kalau inflasi rendah, artinya ok. Kalau mulai naik, baru rada khawatir," ujar pendiri Triputra Group itu di Balai Kartini, Jakarta, Rabu, 12 September 2018.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, kurs berada pada level Rp 14.863 per dolar AS pada Rabu, 12 September 2018.
Theodore, salah satu orang terkaya Indonesia versi Forbes itu, menilai kebijakan pemerintah, misalnya menaikkan tarif pajak penghasilan impor cukup tepat dan tidak terlalu mempengaruhi masyarakat. "Itu kan untuk barang barang yang tidak esensial. Kalian beri tas Hermes enggak? BMW enggak? Ya udah enggak usah dipikirin," kata pria yang akrab disapa Teddy itu.
Begitu pula dengan penundaan proyek strategis pemerintah. Pria yang disebut memiliki kekayaan US$ 1,7 miliar itu menganggap penundaan proyek strategis nasional tidak akan berlangsung lama. "Kalau CAD-nya (defisit transaksi berjalan) membaik semua akan tenang," ujar Teddy.
Teddy menilai hingga saat ini kondisi perekonomian masih cukup aman untuk dunia usaha. Pria yang telah memulai kariernya sejak tahun 1970-an itu menilai kondisi saat ini masih lebih baik ketimbang yang pernah dialaminya dulu. Kendati akhir-akhir ini rupiah terus terdepresiasi.
"Saya usaha mulai akhir tahun 1970, masa Presiden Soeharto itu devaluasi sering sekali, enggak ada masalah. Ini mah kecil," ujar Teddy.
Teddy melihat pelemahan rupiah saat ini lebih dipicu oleh faktor eksternal, yakni menguatnya perekonomian Negeri Abang Sam. Dampaknya, modal pun lari ke AS. Karena itu, negara-negara yang tidak siap akhirnya kewalahan dan mengalami krisis.
"Tapi Indonesia dan yang lain karena sudah prepare, jadi oke aja. Repot ya repot, tapi oke saja," ujar Teddy. Ia menyebut kerepotan yang dimaksud adalah ketika terjadi kepanikan dan orang-orang akhirnya mengambil duitnya dari bank, atau menukarkan ke dolar secara bersamaan.
Alumnus Institut Teknologi Bandung ini menduga nilai rupiah akan terus berada di kisaran Rp 14.800 per dolar Amerika Serikat hingga akhir tahun ini. Menurut Teddy, hal terpenting bagi dunia usaha adalah kestabilan nilai tukar.
Bahkan, kalau pun rupiah menginjak level Rp 16 ribu per dolar AS, pria yang disebut memiliki kekayaan US$ 1,7 miliar itu tidak merasa bermasalah. "Yang penting bukan nyaman tapi stabil. Mau Rp 15 ribu, Rp 16 ribu, Rp 14 ribu juga enggak masalah asal jangan gonjang-ganjing," ujar Teddy. Ia menegaskan hal terpenting bagi pengusaha adalah kepastian.