TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara yakin sejumlah gejolak eksternal ekonomi akan mulai mereda pada tahun depan. Salah satunya karena bank sentral Amerika Serikat atau The Fed diprediksi hanya akan menaikkan suku bunga acuan hingga 2019.
Baca: Bantah Anwar Nasution, Ekonom: Ada 4 Ukuran Fundamental Ekonomi
Baca Juga:
"Karena kan dari 0,25 persen kemudian naik sampa 2 persen, akan masih naik lagi di 2019. Kami perkirakan bisa 3 persen, 3,25 persen bisa juga 2,75 persen," ujarnya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 10 September 2018. "Intinya 2019 itu kenaikan suku bunga Amerika sudah stop."
Menurut Mirza, kalau kenaikan suku bunga sudah berhenti, maka tekanan dari sentimen negatif itu juga di 2019 sudah hilang. Hal lain yang bisa menjadi stimulus perbaikan ekonomiadalah makin meredanya perang dagang Amerika dengan Cina di tahun 2019.
Dengan begitu Mirza yakin, defisit transaksi berjalan atau current account deficit akan berada di bawah 3 persen. "Kami percaya CAD di 2019 bisa dijaga di bawah 3 persen PDB," ujar Mirza.
Lebih jauh Mirza mengatakan kunci defisit current account atau defisit transaksi berjalan atau defisit ekspor, impor barang dan jasa ini harus bisa dikurangi. "Jadi kalau tahun lalu defisit transaksi berjalan sekitar US$ 17 miliar, 2016 juga defisit US$ 17 miliar, full year," tuturnya.
Mirza menyebutkan, selama semester 1 defisit transaksi berjalan sudah mencapai US$ 13,5 miliar. "Itu yang harus dikurangi. Karena defisit itu ditutup dari PMA (Penanaman Modal Asing) dan portofolio yang masuk," ucapnya.
Adapun net portofolio yang masuk pada semester 1 ini, menurut Mirza, masih defisit. Artinya, impor harus dikurangi.
Dari dalam negeri, menurut Mirza, sejumlah langkah yang pemerintah ambil untuk mengerem laju impor sudah baik. Beberapa di antaranya adalah penundaan proyek-proyek infrastruktur yang belum dimulai. "Kalau saya baca ada sekitar 15 miliar proyek infrastruktur yang belum mulai yang akan di reschedule," kata Mirza.
Baca: Kata Sandiaga Uno Saat Ditanya Solusi Defisit Transaksi Berjalan
Selain itu juga ada kebijakan pencampuran bahan bakar minyak dengan 20 persen kelapa sawit menjadi B20. Mirza berharap hal itu bisa mengurangi impor minyak dan memperbaiki ekonomi, karena neraca ekspor impor minyak Indonesia juga defisit.