Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution membantah data mengenai dampak bencana gempa Lombok yang dimiliki pemerintah amburadul dan tidak sinkron antar lembaga seperti diungkap Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Darmin mengatakan perbedaan data bisa saja terjadi karena persoalan tanggal dan waktu pengumpulannya.
Baca juga: Fahri Hamzah: Tak Ada Leadership dalam Rehabilitasi Lombok
"Bisa saja, macam-macam, data kami tetap data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)," kata Darmin selepas mengikuti dalam Rapat Konsultasi DPR soal penanganan bencana gempa NTB di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 10 September 2018.
Dalam rapat ini, Fahri mengkritik adanya ketidaksesuaian data antara BNPB dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Fahri mencontohkan data rumah rusak berat dari BNPB sebanyak 32.968 unit justru berbeda dengan data Pemerintah Provinsi NTB. Lalu ada juga 12 unit jembatan yang rusak di PUPR. Ternyata dari data BNPB jumlahnya mencapai 17 unit.
Dalam rapat ini, BNPB, PUPR, dan Pemprov NTB menampilkan data masing-masing yang mereka miliki. Pertama, BNPB menyampaikan jumlah rumah rusak mencapai 167 ribu unit. Ini adalah update data verifikasi rumah rusak BNPB per 8 September 2018. Sebanyak 32.968 unit rumah teridentifikasi sebagai rusak berat.
Sementara dari data PUPR, jumlah rumah rusak berat yang telah diidentifikasi hanya mencapai 31.991 unit. Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemprov NTB juga hanya menyebutkan secara total ada 149 ribu rumah rusak di NTB, berbeda dari BNPB yang mencatat 167 ribu unit. Data Pemprov NTB ini diambil dari update operasi operasi Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) Penanggulangan Darurat Bencana dari TNI per 8 September 2018.
Adapun pada data soal kerusakan, kerugian dan kebutuhan dana rehabilitasi, tetap ada perbedaan data meski tidak terlalu besar. Dari data Pemprov NTB per 7 September 2018, total kerusakan mencapai Rp 11,6 triliun, kerugian Rp 2,3 triliun, dan kebutuhan rehabilitasi Rp 8,93 triliun. Sementara dari data BNPB per 8 September 2018, total kerusakan yaitu Rp Rp 10,1 triliun, kerugian Rp 2 triliun, dan kebutuhan rehabilitasi Rp 8,6 triliun.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono ikut membantah Fahri Hamzah bahwa data bencana milik pemerintah simpang siur. "Kami patokan ke BNPB." Sementara Kepala BNPB Willem Rampangilei mengatakan data memang boleh bersumber dari mana saja asalkan dilakukan validasi setelahnya. "Perbedaan data itu biasa di setiap bencana," kata dia.