TEMPO.CO, Jakarta - Kritik soal pelemahan rupiah yang disampaikan oleh calon wakil presiden Sandiaga Uno lewat cerita uang Rp 100 ribu hanya dapat dipakai untuk berbelanja bawang dan cabai belakangan menjadi viral di sejumlah media sosial. Tak sedikit netizen yang kemudian berusaha membuktikan ucapan Sandiaga itu dengan berbelanja di pasar tradisional hanya dengan uang Rp 100 ribu. Namun sebenarnya bagaimana awal mula Sandiaga menceritakan hal tersebut?
Baca: Rupiah Melemah, Sandiaga: Tempe Jadi Setipis Kartu ATM
Kisah ini disampaikan Sandiaga di depan para wartawan pada Rabu pagi lalu di lapangan basket, GOR Bulungan, Jakarta Selatan. Setelah melakukan lari pagi dan bermain basket, ia mengundang para wartawan ikut dalam acara bincang-bincang dengan tajuk "Kiat Sandi Uno untuk Menghadapi Dolar yang Semakin Menggila".
Salah satu yang diceritakan Sandiaga Uno adalah soal keluh kesah masyarakat saat dia berkunjung ke Pekanbaru, Riau beberapa waktu lalu. Ibu Lia, kata Sandiaga, saat itu bercerita bertengkar dengan suaminya karena harga bawang dan cabai yang melambung tinggi.
"Ibu Lia cekcok sama suaminya gara-gara uang belanja dikasih Rp 100 ribu pulang cuma bawa bawang sama cabai," ujar Sandiaga Uno, Rabu, 5 September 2018. "Kita bicara ini lepas dari politik praktis, warga terbebani."
Keluhan lainnya, kata Sandiaga, ialah kenaikan nilai tular rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Di Pekanbaru, kata Sandiaga, banyak ibu-ibu di Pasar Cik Puan yang memperlihatkan screenshot kurs dolar AS yang melambung melalui ponsel mereka. Oleh karena itu, menurut dia, menguatnya kurs dolar AS bukan hanya jadi perhatian utama masyarakat di kota, namun juga ke desa-desa.
Hal itu, menurut Sandiaga Uno, bisa sangat dimengerti karena dampak dari menguatnya kurs dolar terhadap rupiah akan berdampak pada harga bahan pokok. Di sisi lain, dampaknya ke pengusaha adalah harga bahan baku dan ongkos produksi akan naik. Akibatnya, pengusaha bakal mengurangi pegawai jika pengusaha tidak dapat menahan gejolak rupiah.
Sandiaga mengatakan kenaikan nilai tukar dolar AS ini dapat berdampak serius terhadap ekonomi Indonesia. Dia khawatir melemahnya rupiah ini dapat menyebabkan krisis ekonomi seperti tahun 1997-1998. "Karena waktu krisis tahun 97-98, butuh 10 tahun untuk kita recovery," ucapnya.
Pada 1997-1998, Indonesia sempat mengalami krisis ekonomi besar-besaran. Krisis moneter itu terjadi mulai Juli 1997 di mana kurs rupiah merosot hingga sekitar 17.000 per dolar AS. Hal itu sontak berdampak pada kenaikan harga bahan pokok di Indonesia.
Menurut Sandiaga Uno, kenaikan harga dolar ini dapat menyebabkan beberapa hal. Salah satunya, kata dia, bisa terjadi PHK karyawan secara besar dalam dunia usaha. "Karena ini pasti biaya produksi meningkat, biaya bahan baku meningkat, nanti akan ada pengurangan atau rasionalisasi. Kami ingin itu tidak terjadi," ucapnya.
Baca: Tukar Dolar AS, Sandiaga Uno Klaim 95 Persen Hartanya Jadi Rupiah
Sandiaga berharap antara pemerintah dan pengusaha segera duduk bersama menyikapi pelemahan rupiah ini untuk mengantisipasi peningkatan harga yang dapat membebani masyarakat. Dia mengaku khawatir pelemahan rupiah berdampak kepada dunia usaha.