TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengatakan nilai tukar rupiah hari ini ditutup menguat di angka Rp 14.820. Angka tersebut menguat Rp 70 atau 0,47 persen dari penutupan sebelumnya, yang berada di angka Rp 14.890.
Baca: Efek Rupiah Melemah, Impor Porsche Hingga Ferrari Bakal Distop
“Penguatan rupiah hari ini terjadi di tengah sentimen positif dari melemahnya US$, dipengaruhi oleh berita bahwa (Presiden Donald) Trump mengancam trade fight dengan Jepang,” kata Nanang dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 7 September 2018.
Selain itu, penguatan rupiah didorong menguatnya nilai tukar Inggris GBP atas ekspektasi perkembangan positif dari proses negosiasi Brexit. Ia menjelaskan, menguatnya rupiah dipengaruhi pula rilis data US, yaitu US Factory Orders. Selain itu, Market US Services melemah melawan US ISM Non-Manufacturing, yang menguat menjelang rilis data ketenagakerjaan malam ini.
Sebelumnya, Nanang menjelaskan, rupiah sempat mengalami tekanan karena tingginya permintaan valas oleh korporasi dan repositioning dana portfolio asing dari obligasi dan saham. “Untuk menjaga momentum positif dan memperkuat kepercayaan terhadap rupiah, Bank Indonesia hari ini tetap berada di pasar,” ujarnya.
Namun rupiah selanjutnya kembali menguat, mendorong masuknya kembali portofolio dana asing ke SBN (surat berharga negara). “Pada sesi siang tercatat net inflows ke SBN sebesar Rp 200 miliar,” ucapnya.
Selain didorong penguatan nilai tukar rupiah, kata Nanang, masuknya dana asing juga didukung imbal hasil SBN yang sudah sangat menarik. Yield SUN 10 tahun (seri FR 64) hari ini ditutup di 8,47 persen, turun 7 basis poin (bps) dari level penutupan kemarin. “Bila dibandingkan dengan yield US Treasury Bond 10 tahun, selisihnya sudah cukup lebar di 558,27 bps,” tuturnya.