TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan pemerintah tidak akan melakukan penyesuaian harga terhadap bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun, dia akan membebaskan bahan bakar umum untuk disesuaikan harganya.
Baca: Penjelasan Sri Mulyani Soal Opsi Kenaikan Harga BBM
"Seperti shell, pertamax, pertamax plus, pertamax turbo, pertamina dex itu kan market bebas aja sih, mereka akan menyesuaikan harga keekonomian," ujar dia di Gedung JCC, Jakarta, Kamis 6 September 2018.
Jonan menjelaskan untuk bahan bakar jenis bio solar atau gas oil 48 dan bensin jenis Ron 88 atau premium, tidak akan diberlakukan penyesuaian harga. Malah, pemerintah akan memberikan subsidi.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan subsidi tidak ditetapkan baku Rp 2.000, tapi disesuaikan dengan kondisi harga minyak dunia. "Jadi bahasanya paling besar Rp 2.000 per liter, jadi kalau nanti harga minyak turun, ya tinggal disesuaikan," katanya, Rabu, 5 September 2018.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan beleid kenaikan subsidi solar paling besar senilai Rp 2.000 per liter. Dalam Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri ESDM Nomor 40 Tahun 2018 yang diterbitkan pada 16 Agustus 2018, disebutkan perhitungan harga jual eceran jenis BBM tertentu berupa minyak solar (gas oil) di titik serah, untuk setiap liter ditetapkan dengan formula sesuai dengan harga dasar ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) dikurangi subsidi paling banyak sebesar Rp 2.000 dan ditambah pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Dalam RAPBN 2019 subsidi energi sebesar Rp 156,5 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan 2018 yang sebesar Rp 163,5 triliun.
Subsidi energi Rp 156,5 triliun terbagi dari Rp 100,1 triliun untuk subsidi BBM dan LPG. Sedangkan Rp 56,5 triliun dialokasikan untuk subsidi listrik.
CHITRA PARAMAESTI | MUHAMMAD HENDARTYO