TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan yang menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 pada 1.147 barang impor. Dari ribuan barang tersebut, kosmetik impor termasuk barang yang akan dinaikkan tarif pajaknya.
Baca juga: Naikkan 1.147 Pajak Barang Impor, Sri Mulyani: Situasi Tak Biasa
"Masa sampo impor. Dari gincu sampai bedak kita bisa produksi sendiri," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers yang dilakukan di Kemenkeu, Rabu, 5 September 2018.
Pajak gincu yang naik, kata Sri Mulyani, termasuk dalam 218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Alasannya untuk mendorong produksi dalam negeri.
Selain kosmetik, tarif PPh yang naik 10 persen tersebut, meliputi barang elektronik , keperluan sehari-hari seperti sabun dan kosmetik, juga peralatan rumah tangga dan dapur.
Adapun PPh barang impor lainnya yang dinaikkan Sri Mulyani, antara lain 210 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah barang mewah seperti mobil CBU, dan motor besar.
Kemudian, 719 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya bahan bangunan (keramik), ban, peralatan elektronik audio-visual (kabel, box speaker), produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear).
Impor, kata Sri Mulyani, bukan suatu hal yang buruk. Akan tetapi, pemerintah harus menjaga pertumbuhan perekonomian, sehingga peraturan menteri keuangan tersebut dibuat. "Pemerintah harus mengambil tindakan untuk meredam potensi rawan neraca pembayaran," ucap dia.
Sri Mulyani berujar, pembayaran PPh Pasal 22 merupakan pembayaran Pajak Penghasilan di muka yang dapat dikreditkan sebagai bagian dari pembayaran PPh terutang di akhir tahun pajak. "Oleh karena itu, kenaikan tarif PPh 22 pada prinsipnya tidak akan memberatkan industri manufaktur," kata dia.