TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bakal mewajibkan seluruh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) asing yang beroperasi di dalam negeri untuk menawarkan minyak mentah yang mereka produksi kepada Pertamina. Jika ada kesepakatan harga, maka Pertamina akan membeli langsung minyak tersebut.
Baca juga: ESDM Percepat Transisi Pengelolaan Blok Rokan
"Kalau arahan Pak Presiden, jangan sampai minyak diproduksi di sini, lalu dilelang di Singapura. Nah ketika Pertamina butuh minyak, ikut lelang lagi di sana, kan lucu," kata Jonan di di Gedung Kementerian ESDM, Selasa, 4 September 2018.
Sebelumnya, Kementerian ESDM memang mewajibkan Pertamina untuk menyerap seluruh minyak produksi dalam negeri, baik oleh KKKS asing maupun non-Pertamina. Tujuannya agar impor minyak selama ini bisa dikurangi dan neraca perdagangan migas bisa diperbaiki agar tidak defisit.
Pada triwulan pertama 2018 ini, neraca perdagangan sektor migas mengalami defisit sebanyak US$ 530 juta. Impor migas mencapai US$ 6,44 miliar, sedangkan ekspor plus penerimaan negara totalnya hanya US$ 5,92 miliar. Namun pada triwulan kedua 2018, kondisinya sedikit membaik dengan adanya surplus defisit neraca perdagangan sebesar US$ 250 juta.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menambahkan, saat ini produksi dari KKKS rata-rata mencapai 215 sampai 220 ribu barrel oil per day (bopd). Sementara harga minyak dunia saat ini sekitar US$ 70 per barrel dengan estimasi angka tersebut telah termasuk biaya transportasi atau pengiriman dari luar negeri hingga ke Indonesia.
Dengan demikian, Arcandra mengatakan ada potensi penghematan dari sisi transportasi yang bisa didapatkan Pertamina. Besarannya yaitu sekitar US$ 3 sampai US$ 4 per barrel atau sekitar 5,7 persen dari harga awal. Tahun ini saja, Pertamina diperkirakan akan mengimpor 155 juta barrel atau dengan kisaran total harga US$ 10,8 miliar, maka potensi penghematannya mencapai US$ 62 juta.
Namun, kata Arcandra, ESDM sedang mengatur apakah harga pembelian minyak oleh Pertamina nantinya sama dengan Indonesa Crude Price atau ICP (US$ 70,68 per barrel pada Mei 2018) atau tidak. Kementerian bahkan merencanakan akan ada harga khusus yaitu ICP plus margin."Itu business to business antara KKKS dan Pertamina," kata Arandra.