TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memastikan tak ada proyek infrastruktur di kementeriannya yang dihentikan karena rupiah sedang melemah. "Tidak ada. Kemarin dibahas, tidak ada (proyek yang dihentikan)," kata Basuki di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 5 September 2018.
BACA: Jokowi Minta Warga NTB Bangun Rumah Tahan Gempa
Basuki mengatakan rupiah melemah karena impor yang lebih banyak ketimbang ekspor. Sedangkan proyek di Kementerian PUPR, kata dia, nilai impornya kecil, yaitu hanya empat persen. "Itu pun karena aspal. Aspal kita produksi cuma 350 ribu ton, butuhnya 1,5 juta ton. Banyakkan (impor) di aspal," kata dia.
Menurut Basuki, bahan baku pada proyek infrastruktur Kementerian PUPR juga sudah menggunakan komponen lokal, dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai 96 persen. Karena itu, ia memastikan pelemahan rupiah tak berdampak pada proyek infrastruktur.
Nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan. Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah sebesar 25 poin menjadi Rp 14.920 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 14.895 per dolar AS.
Menanggapi tren rupiah melemah belakangan ini, pengamat ekonomi Shanti Ramchand Shamdasani sebelumnya mengusulkan pemerintah menunda pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang masih dalam daftar perencanaan (pipeline). Dengan begitu, menurut dia, dana untuk membangun infrastruktur bisa digunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Saya usulkan, proyek-proyek yang tadinya sudah pipeline, belum dilaksanakan dan masih bisa diberhentikan, dihentikan dulu. Uangnya digunakan untuk mengamankan rupiah," kata Shanti saat jumpa pers di Jakarta, Rabu, 5 September 2018.
Menurut Shanti, yang juga pakar perdagangan internasional itu, pembangunan infrastruktur yang digenjot oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama empat tahun terakhir, memang akan sangat bermanfaat pada masa mendatang terutama dalam menghadapi era ekonomi digital.
Meski begitu, kata Shanti, pembangunan proyek-proyek infrastruktur PUPR tersebut harus diakui juga membuat ekonomi Indonesia mengalami overheating. Yang dimaksud overheating adalah kondisi di mana kapasitas ekonomi tidak mampu lagi mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.