TEMPO.CO, Jakarta - Untuk mencegah semakin anjloknya nilai tukar rupiah, Bank Indonesia akan memantau pembelian dolar AS agar terhindar dari spekulan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan saat ini BI harus membedakan pembelian dolar AS dengan genuine demand dan memiliki underlying transaction dengan yang bukan.
Baca: Kurs Rupiah Kian Jeblok, BEI: Kita Tidak Sedang dalam Krisis
"BI kan punya ketentuan pembelian dollar AS itu harus ada underlying-nya," ujar Perry di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 4 September 2018. Dokumen underlying itu adalah bukti bahwa pembelian dolar itu adalah untuk kebutuhan, bukan untuk spekulasi.
Untuk memastikan hal tersebut, Perry mengatakan BI akan melakukan pengecekan ke bank-bank. "Apakah pembelian dolar-nya ada underlying atau tidak."
Perry mengatakan telah melakukan pengecekan ke bank bersama Otoritas Jasa Keuangan sebelum pecahnya krisis di Argentina dan Turki. Saat itu, ia berujar tak menemukan adanya pembelian valas tanpa underlying. "Tapi, pada waktunya kami bersama OJK akan memeriksa lagi ke bank-bank,"ujar Perry.
Senada dengan Perry, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan melemahnya rupiah kerap dimanfaatkan olrh para spekulan untuk mengambil keuntungan pribadi. Sehingga, ia menegaskan akan menindak tegas para spekulan yang berupaya melakukan provit taking di tengah melemahnya kurs.
"Ini adalah suatu tindakan untuk membedakan mereka pelaku ekonomi yang memang genuine dan betul-betul bekerja keras menjaga perekonomian dan mereka yang mencoba melakukan profit taking," kata Sri Mulyani.
Baca: Presiden Turki Ajak Warga Kurangi Ketergantungan pada Dolar AS
Adapun nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 120 poin kemarin. Artinya kurs rupiah terdepresiasi 0,81 persen ke level Rp14.935 per dolar AS pada penutupan perdagangan pasar spot kemarin.