TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan harga bahan bakar minyak (BBM) seharusnya naik. Hal tersebut melihat dari nilai tukar rupiah yang belakangan melemah terhadap dolar Amerika Serikat dan harga minya mentah dunia yang naik.
"Saya melihat pemerintah berupaya agar harga BBM tetap terjaga," kata Komaidi saat hubungi, Selasa, 4 September 2018.
Salah satu upaya pemerintah, kata dia, yaitu adanya rencana mewajibkan Pertamina membeli seluruh produksi minyak dalam negeri.
Komaidi menilai sebenarnya upaya pemerintah menjaga harga BMM agak sulit, kebijakan untuk BBM ini adalah kebijakan jangka panjang. Sehingga, menurut Komaidi tidak banyak hal yang bisa dilakukan dalam jangka pendek.
"Menggenjot produksi minyak mentah domestik butuh waktu. Demikian pula perbaikan dan peningkatan kapasitas kilang juga perlu waktu," ujar Komaidi.
Komaidi menilai pemerintah perlu menambah anggaran subsidi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
"Mau tidak mau, jika menginginkan harga BBM tidak naik," kata Komaidi.
Dalam RAPBN 2019 subsidi energi sebesar Rp 156,5 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan 2018 yang sebesar Rp 163,5 triliun.
Subsidi energi Rp 156,5 triliun terbagi dari Rp 100,1 triliun untuk subsidi BBM dan LPG. Sedangkan Rp 56,5 triliun dialokasikan untuk subsidi listrik.
Dalam situs resmi Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di angka Rp 14.840 pada Selasa, 4 September 2018. Sedangkan pada 4 September 2018, kurs jual US$ 1 terhadap rupiah, yaitu Rp 14.914 dan kurs beli Rp 14.766.