TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memproyeksikan tekanan terhadap rupiah pada tahun 2019 akan berkurang ketimbang tahun ini. "Faktor paling utama adalah dari dalam negeri," ujar Perry di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 4 September 2018.
Baca: Rupiah Anjlok, Ketua OJK Pastikan Kondisi Perbankan Aman
Misalnya saja pada defisit neraca berjalan, kata Perry, akan jauh lebih berkurang dengan adanya langkah-langkah yang tengah dilakukan dan akan terus dilakukan ke depannya.
"Contohnya untuk B20, kalau tahun ini bisa menurunkan impor US$ 2,2 miliar, tahun depan bisa mengurangi impor minyak US$ 6 miliar," kata Perry.
Belum lagi, pemerintah kini tengah mengupayakan ekspor crude palm oil alias CPO yang diprediksi bisa menurunkan defisit neraca berjalan US$ 9-10 miliar. Ditambah, pemerintah juga tengah menggenjot sektor pariwisata yang bisa menyumbang sekitar US$ 3 miliar.
"Itu kan besar, Dari dua itu saja sekitar US$ 12-13 miliar," kata Perry.
Apalagi, saat ini pemerintah juga tengah mempersiapkan beberapa kebijakan, misalnya soal Pajak Penghasilan impor hingga penundaan pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur. Dengan demikian defisit neraca berjalan, menurut Perry, akan semakin mengecil dan berimbas pada meredanya tekanan terhadap rupiah.
Perry mengakui masih ada ancaman tekanan terhadap rupiah dari kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serika, The Fed, sebanyak 2-3 kali lagi pada tahun depan. Namun, ia meyakini kenaikan itu tidak setinggi tahun ini.
"Kalau soal ketegangan perdagangan memang sulit untuk diprediksi," ujar Perry. "Semoga ada solusi dari ketegangan perdagangan, sehingga risiko di pasar keuangan global berkurang."