TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Direksi Bidang Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaifuddin mengatakan peluncuran sistem rujukan online adalah salah satu upaya lembaganya untuk menekan angka defisit keuangan. Sepanjang tahun 2017, BPJS Kesehatan mencatatkan defisit keuangan hingga Rp 9,75 triliun lantaran jumlah klaim tembus melampaui pendapatan dari iuran peserta.
Baca juga: BPJS Tak Bayar Klaim 3 Penyakit, Menkes Minta Aturan Dicabut
"Kami menata sistemnya," kata Arief saat ditemui selepas acara Ngopi Bareng JKN di Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 3 September 2018.
Sistem rujukan online ini ditampung dalam platform Primary Care BPJS Kesehatan di laman pcare.bpjs-kesehatan.go.id dan akan dijalankan penuh pada 1 Oktober 2018.
Melalui sistem ini, BPJS Kesehatan akan menghapus sistem rujukan usang dengan cara manual. Penggunaan sistem online ini ditargetkan bisa membuat pendataan peserta lebih akurat sehingga layanan yang diberikan bisa lebih terukur. Selain itu, sistem ini diluncurkan untuk mengurangi angka kecurangan peserta BPJS yang kerap membuat badan itu merugi.
Jumlah pendapatan iuran dari program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) BPJS sebenarnya mencapai sebesar Rp 74,25 triliun. Tapi jumlah klaim yang harus ditanggung lebih lagi, mencapai Rp 84 triliun. Sedangkan tahun ini, pendapatan ditargetkan mencapai Rp 79,77 triliun dan klaim sebesar Rp 87,8 triliun. Dengan begitu, defisit bisa ditekan menjadi Rp 8,03 triliun.
Namun persoalan defisit ini telah mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo. Karena tidak ingin menaikkan iuran peserta, maka Jokowi pun meminta defisit itu ditambal dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Saat ini, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) masih mengaudit nilai defisit sebenarnya sebelum ditutup dengan duit APBN.
Sistem rujukan online ini sebenarnya diluncurkan dalam tiga fase sejak 15 Agustus 2018 hingga 30 September 2018. Fase pertama untuk sosialisasi, fase kedua untuk penerapan rujukan online secara luas, dan fase ketiga untuk pengaturan rumah sakit rujukan dari para peserta nantinya. Sistem rujukan rumah sakit inilah yang sejatinya ingin diatur ketat oleh BPJS. "Kalau bisa dirujuk ke rumah sakit tipe C, ngapain harus ke A, makin tinggi tipe tentu akan semakin mahal," ujarnya.
Pada pelaksanaan fase pertama, sebanyak 19.937 dari 22.443 unit fasilitas kesehatan tahap pertama di seluruh Indonesia telah berhasil memulai sistem rujukan ini. Sisanya yaitu 2506 belum berhasil lantaran adanya masalah atau tidak tersedianya jaringan internet yang cukup dan stabil.
"Jadi rujukan manual masih bisa digunakan dengan pertimbangan jaringan ini, tapi kami terus komunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika," ucap Arief.
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengatakan keberadaan sistem rujukan online ini harus diikuti kesiapan data dari rumah sakit tujuan rujukan. Bersamaan dengan uji coba sistem rujukan online ini, BPJS meminta rumah sakit untuk segera melengkapi seluruh data yang dibutuhkan. Salah satunya soal ketersediaan dokter.
Bagi Budi, ini merupakan upaya penting untuk membuat sistem pengelolaan klaim kesehatan di BPJS Kesehatan bisa lebih terukur. BPJS ditargetkan oleh pemerintah untuk menggaet 261 juta penduduk untuk menjadi peserta jaminan kesehatan hingga 2019. "Poinnya ada pada data sehingga bisa dimonitoring, jadi rujukan online ini bukan hanya gaya-gayaan," ujar Budi.